Senin, 28 Agustus 2017

Briket Sekam Padi Mudah, Cepat Dan Bahan Baku Berlimpah

Faktanya Indonesia saat ini adalah net importer minyak bumi karena kapasitas produksi tidak mencukupi akan kebutuhan yang ada. Pada tahun 1980an produksi minyak kita sekitar 1.700 barrel per hari (BPH), sedangkan kebutuhan untuk konsumsi hanya sekitar 400an BPH. Sedangkan saat ini produksi tingkat dikisaran 800an BPH sementara kebutuhan kebutuhan konsumsinya bisa mencapai 1400an BPH. Hal ini seharusnya mendorong penggunaan berbagai energi terbarukan. Apalagi masalah ketahanan atau kedaulatan energi juga merupakan hal penting bagi eksistensi suatu negara. Apabila sumber energi tersebut mudah dan murah tersedia serta mudah juga dalam pemanfaatannya tentu menjadi pilihan tersendiri. Briket sekam padi (ricehusk briquette) walaupun jenis bahan bakar padat tetapi juga menjadi salah satu solusinya, karena makanan pokok kita dari beras yang menghasilkan limbah sekam padi. Sekam padi yang pada awalnya memiliki kepadatan (density) sekitar 125 kg/m3 bisa menjadi  1200 kg/m3 atau hampir dua kali lebih padat dari batang kayu keras dan juga jauh lebih padat daripada wood pellet yang berkisar 650 kg/m3. Dengan dibriketkan menjadi hemat biaya transportasi juga mudah dalam penggunaannya.
Produksi padi Indonesia tahun 2008 sebanyak 59,9 juta ton gabah kering giling (GKG), dengan rata-rata prosentase sekam padi 25% /ton padi maka akan didapat 15 juta ton/tahun. Indonesia juga merupakan importir tiga besar importir beras terbesar di dunia menurut IndexMundi tahun 2014 yakni mencapai 1.5 juta ton. Sementara Cina menempati urutan pertama dengan 3 juta ton, dan Nigeria 2,4 juta ton. Swasembada pangan yakni padi atau beras ini juga merupakan hal yang tidak kalah penting. Apabila swasembada beras dengan menambah produksi 1,5 juta ton maka limbah sekam padi yang dihasilkan juga banyak maka produksi briket sekam padi (ricehusk briquette) juga bisa ditingkatkan.

Proses produksi briket sekam padi (ricehusk) juga mudah apalagi dibandingkan briket serbuk gergaji (sawdust briquette). Hal ini karena sekam padi tidak perlu pengeringan dan bahan bakunya sudah homogen, sehingga setelah ditampung sementara dalam silo atau bin bisa langsung didistribusikan ke screw extruder untuk dibriketkan. Dengan kandungan lignin 17-19% dari sekam padi maka tidak dibutuhkan perekat tambahan pada pembriketan sekam padi. Briket tersebut selanjutnya didinginkan dan selanjutnya bisa dikemas untuk dikirim atau dipasarkan ke pengguna. Proses pengeringan selain menambah biaya produksi juga perlu investasi berupa alat pengeringan itu sendiri yang pada umumnya menggunakan rotary dryer (drum dryer). 

Penggunaan briket sekam padi (ricehusk briquette) juga sama seperti briket serbuk gergaji (sawdust briquette) yakni untuk bahan bakar. Industri-industri bisa menggunakan briket tersebut sebagai sumber panas seperti memasak dan produksi kukus (steam) dengan boiler. Dibandingkan dengan briket serbuk gergaji, briket sekam padi memiliki nilai kalor lebih rendah yakni berkisar 3500 kcal/kg dan juga kadar abu yang tinggi berkisar 20%, sehingga tipe ruang bakar (combustor) static grate tidak cocok, karena banyaknya abu tersebut yang membuat pori-pori grate menjadi buntu. Sedangkan ruang bakar moving grate (chain grate) cocok digunakan untuk briket sekam padi. Abu sekam padi banyak mengandung kalium (potassium) atau K yang sangat baik dikembalikan ke tanah sebagai pupuk. Silica juga bisa diekstrak abu briket sekam padi karena juga kandungannya cukup tinggi.
Aplikasi lain adalah untuk melapisi baja cair di pabrik baja untuk meningkatkan kandungan karbon dalam baja tersebut, tetapi dalam bentuk arang sekam padi. Untuk itu briket sekam padi selanjutnya diarangkan atau karbonisasi sehingga menjadi briket arang sekam padi (ricehusk charcoal briquette). Pengarangan (karbonisasi) briket sekam padi bisa dilakukan dalam tungku-tungku pengarangan yang dirancang secara khusus dengan setiap tungku biasanya mampu menampung sekitar 2,5 ton briket sekam padi dan tingkat konversi 20% ke arang dengan rentang waktu 10-14 hari. Apabila saat ini arang sekam tidak dibriketkan dan dikirim ke pabrik baja, tentu masalah transport menjadi tidak efisien, sehingga pembriketan adalah solusi hal tersebut. Selain itu tentu saja briket arang sekam (ricehusk charcoal briquette) padi tersebut juga bisa untuk memanggang daging, dan ikan seperti halnya briket arang serbuk gergaji (sawdust charcoal briquette).
InsyaAllah kami bisa menyediakan peralatan/mesin briket sekam padi termasuk tungku pengarangannya (jika dibutuhkan). Bagi yang berminat silahkan silahkan mengirim email ke eko.sbs@gmail.com





Minggu, 27 Agustus 2017

Pemadatan Akan Menambah Nilai Kalor Biomasa?

Orang banyak mengira bahwa dengan biomasa seperti serbuk gergaji ketika dipadatkan akan menaikkan nilai kalor atau panasnya, padahal itu tidak sepenuhnya tepat. Pemadatan atau densification menjadi pellet atau briket memang menaikkan ke padatan atau densitias-nya sehingga berat atau massa-nya tinggi sedangkan volumenya kecil, sebagai contoh serbuk gergaji ketika belum dipadatkan kepadatannya hanya berkisar 200 kg/m3 dan setelah dipadatkan menjadi pellet menjadi 650-700 kg/ m3 dan bisa lebih dari 1.000 kg/m3 ketika dibriketkan. Hal tersebut yang membuat biomasa tersebut menjadi efisien untuk ditransport dalam jarak jauh, mempermudah handling, pembakaran dan sebagainya.
Memang sebelum dipadatkan menjadi pellet atau briket tersebut, biomasa padat tersebut harus memiliki tingkat kekeringan 5-10% sehingga bisa dipadatkan. Ketika biomasa itu basah atau memiliki kadar air yang tinggi, maka pengeringan tersebut akan meningkatkan nilai kalor. Sedangkan bula biomasa tersebut awalnya sangat kering katakan dengan kadar air kurang dari 5% maka untuk mencapai tingkat kekeringan yang dikehendaki (5-10%) maka perlu tambahan air atau dibasahi tentu hal ini bukannya menambah nilai kalor tetapi malah mengurangi nilai kalor. Jadi peningkatan nilai kalor biomasa tersebut dapat dilakukan dengan mengurangi kadar airnya atau mengeringkannya bahkan hingga mengurangi seminimal mungkin kadar volatile matternya serta meningkatkan kandungan karbon terikatnya (fix carbon). Proses pirolisis baik torrefaction / torefaksi (mild pyrolysis) dan karbonisasi /pengarangan (slow pyrolysis) adalah proses untuk meningkatkan nilai kalor biomasa padat tersebut. 
Contoh berbagai jenis pellet fuel, dari wood pellet, bark pellet hingga charcoal pellet; photo diambil dari sini

Nah setelah ditingkatkan nilai kalornya melalui pengeringan hingga pirolisis tersebut maka dengan diikuti proses pemadatan akan semakin bagus kualitas bahan bakar tersebut yakni dalam hal nilai kalor dan volume. Sebagai contoh ketika arang kayu yang memiliki fix carbon 85% dengan nilai kalor 7500 kcal/kg dengan kepadatan 400 kg/m3 lalu dibuat pellet dengan kepadatan 650 kg/m3 maka dalam volume 1 m3 memiliki kandungan panas lebih tinggi yakni 3.000.000 kcal pada arang kayu dan 4.875.000 kcal pada pellet atau karena kepadatannya (densitas) lebih tinggi. 

Jumat, 25 Agustus 2017

Mau Terus Melanjutkan Menanam Sawit atau Beralih ke Kebun Energi?

Banyaknya perkebunan-perkebunan sawit di Indonesia dan Malaysia yang telah memasuki masa tua sehingga sudah tidak produktif, perlu segera mendapatkan solusi. Solusi pertama dan merupakan solusi populer karena banyak dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit adalah dengan replanting atau menanam kembali perkebunan  tersebut dengan pohon sawit baru. Solusi kedua adalah beralih menanam tanaman lainnya yang dianggap lebih menguntungkan. Kebun energi untuk produksi wood pellet adalah solusi jitu untuk itu. Mengapa perusahaan atau petani sawit mengambil solusi kedua ini? Hal ini terutama karena usaha pertanian sawit tidak memberi keuntungan yang diharapkan. Banyak perkebunan sawit tidak memberikan keuntungan yang diharapkan karena tingginya biaya perawatan termasuk pemupukan dan penanggulangan hama serta harga jual tandan buah segar dan/atau CPO yang murah. Apalagi kelapa sawit juga membutuhkan waktu 5 panen sebelum bisa dipanen buahnya. 
Mengapa kebun energi untuk produksi wood pellet bisa dikatakan sebagai solusi jitu? Hal ini karena ada beberapa alasan : pertama, perawatan kebun energi tersebut sangat mudah dan murah biayanya. Kedua, dengan menanam kebun energi tersebut juga akan mengembalikan kesuburan tanahnya. Ketiga, kebutuhan wood pellet untuk sektor energi juga terus meningkat. Keempat, daun-daun dari kebun tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk peternakan domba atau kambing. Domba ini juga akan menjadi harta terbaik bagi kita. Kelima, sebagai tanaman pendamping perkebunan sawit. Luasnya perkebunan sawit yang mencapai puluhan bahkan ratusan ribu hektar yang ditanam secara monokultur atau hanya satu jenis tanaman rentan dengan berbagai penyakit, sehingga dengan menambahkan tanaman pendamping berupa kelompok leguminoceae pada kebun energi tersebut akan mengurangi atau menghindari masalah tersebut selain juga mengoptimalkan hasil perkebunan itu sendiri. Setelah pohon-pohon sawit tua tersebut ditebang, maka batang-batang tersebut juga bisa digunakan sebagai bahan baku produksi pellet atau OPT pellet. Baru selanjutnya bisa dilanjutkan untuk menanam kembali pohon sawit baru, atau pun beralih 100% dengan kebun energi maupun kombinasi dengan sebagian tetap sebagai perkebunan sawit dan sebagiannya untuk kebun energi. 


Lalu bagaimana supaya usaha kebun energi tersebut juga menjadi usaha yang menguntungkan dan berkelanjutan? Mirip dengan perkebunan sawit sehingga produk CPO -nya bisa dijual didalam negeri maupun export, yaitu membutuhkan pabrik pengolah tandan buah dari perkebunan sawit tersebut, maka demikian juga dengan kebun energi yang membutuhkan pabrik atau unit pengolahan untuk menjadi wood pellet sebelum dipasarkan di dalam negeri atau export. Proses produksi wood pellet juga lebih sederhana dibandingkan produksi CPO dan harga pabriknya juga jauh lebih murah. Pengusaha-pengusaha menengah lebih terjangkau untuk melakukan produksi wood pellet dari kebun energi ini, misalnya mulai dari kebun energi 500 hektar, 1000 hektar dan seterusnya. Skema perancangan produksi wood pellet dari kebun energi juga bisa dibaca disini. Bagi pembaca yang ingin mendapatkan estimasi produksi wood pellet tersebut, silahkan mengirim email ke eko.sbs@gmail.com

Rabu, 16 Agustus 2017

Mencari Harta Terbaik Dari Implementasi Kebun Energi

Dari  Abu  Said  Al-Khudri  berkata  :  Rasulullah  SAW  bersabda  :  “Waktunya  akan  datang  bahwa  harta  muslim  yang  terbaik adalah  domba  yang  digembala  di  puncak  gunung  dan  tempat  jatuhnya  hujan.  Dengan  membawa  agamanya dia  lari  dari  beberapa  fitnah(kemungkaran  atau  pertikaian  sesama  muslim)”.  (H.R. Bukhari)

Dari  Abu  Hurairah  R.A.  dari  Rasulullah  SAW,  beliau  bersabda  :  “Diantara  penghidupan  (pekerjaan)  manusia  yang  terbaik, adalah  seorang  laki-laki  yang  memegang  kendali  kudanya  di  jalan Allah.  Dia  terbang  diatasnya  (dia  menaikinya  dengan  jalan  yang cepat). Setiap  mendengar  panggilan  perang  dia  terbang diatasnya dengan  bersemangat  untuk  mencari  kematian  dengan jalan  terbunuh  (dalam  keadaan  syahid)  atau  menyongsong kematian  ditempat  datangnya.  Atau  seorang  laki-laki  yang menggembala  domba  di  puncak  gunung dari  atas  gunung  ini atau  lembah  dari  beberapa  lembah.  Dia  mendirikan  sholat, memberikan  zakat  dan  menyembah  kepada  Tuhannya  hingga kematian  datang  kepadanya.  Dia  tidak  mengganggu  kepada manusia, dan hanya berbuat baik kepada mereka.” (H.R. Muslim).
Kedua hadist shahih diatas menjelaskan keutamaan domba sebagai harta terbaik dan menggembala domba sebagai penghidupan atau pekerjaan terbaik setelah berjihad.  Harta terbaik berupa domba serta penggembalaannya sangat mungkin dilakukan dengan implementasi kebun energi.  Tanah-tanah yang semula tandus dan tidak produktif juga bisa diperbaiki dengan tanaman kebun energi jenis leguminocea tersebut. Untuk lebih detail tentang kebun energi bisa dibaca disini. Puluhan juta hektar tanah yang tidak atau belum dimanfaatkan secara optimal perlu segera diolah dan dioptimalkan.  Hal ini karena ada banyak agenda mendesak saat ini yang harus segera diatasi, seperti ketercukupan pangan, perbaikan gizi, perbaikan kesehatan dan mutu kehidupan, menciptakan generasi kuat dan berkualitas, perbaikan pendidikan, perbaikan ekonomi, perbaikan lingkungan dan sebagainya sehingga tercipta peradaban gemilang yang mencahayai dunia.
Ketika kita merancang dan membuat kebun energi skala besar untuk produksi wood pellet, daun-daun tersebut bisa digunakan untuk pakan domba-domba tersebut.  Dengan rasio 6 pohon/ekor/hari, maka dengan 10.000 pohon/hektar dan apabila setiap hari panen seluas 10 hektar berarti bisa memberi pakan 17.000 ekor domba.  Maka harta terbaik dari domba tersebut juga memberi penghasilan tambahan yang besar.  Selain itu domba-domba juga bisa digembalakan  di areal perkebunan tersebut tetapi dengan memperhatikan umur pohon-pohon energi tersebut supaya juga bisa tetap tumbuh optimal tidak malah tunas-tunasnya habis dimakan domba, seperti pada skenario 5F For the World! Walaupun bisa digunakan sebagai pakan tunggal untuk domba, tetapi pemakaian daun gamal dengan rerumputan untuk pakan domba tersebut akan memberikan hasil optimal. Daging domba adalah daging terbaik dan merupakan the world healthiest food, yakni daging domba yang diberi makan daun-daunan dan rumput atau digembala di rerumputan. Domba yang diberi makan daun-daunan dan rerumputan akan menghasilkan rasio Omega 6 terhadap Omega 3 (O6/O3 ratio) berkisar 1 atau seimbang. Rasio Omega 6 terhadap Omega 3 menyatakan tingkat kualitas makanan ditinjau dari kesehatan, dengan kisaran 1 pada kondisi terbaiknya atau seimbang sedangkan apabila rasio O6/O3 semakin besar berarti semakin rendah kualitas makanan tersebut. Sedangkan apabila ternak besar seperti domba tersebut diberi makan biji-bijian seperti berbasis kedelai maka O6/O3 ratio menjadi besar yakni 13 atau lebih. Tingginya O6/O3 ratio akan memacu timbulnya penyakit jantung, kanker dan kardiovaskular lainnya.
Daun-daun pohon-pohon leguminoceae di kebun energi tersebut juga memiliki kandungan protein yang tinggi, sebagai contoh daun gamal (gliricidae) memiliki kandungan protein sekitar 25%.  Selain itu daun gamal juga memiliki kandungan tanin rendah. Senyawa tanin secara umum akan menurunkan daya cerna protein bagi pencernaan rumen.  Konversi daun gamal dengan kandungan protein ‘sangat’  tinggi ke daging domba juga besar.  Sehingga domba yang diberi pakan daun gamal akan memiliki berat badan jauh lebih besar daripada domba yang tidak diberikan daun gamal. Tingginya nilai nutrisi daun gamal (gliricidae sepium) dan pengaruh positif terhadap produksi ternak ruminansia khususnya domba menempatkannya sebagai pakan ternak yang ideal.
Selain dorongan dari kedua hadist shahih diatas dan juga masih rendahnya konsumsi daging di dalam negeri dan juga tingginya permintaan domba untuk export ke Arab Saudi yang mencapai 8 juta ekor/tahun dengan 2 juta saat musim haji, serta berlimpahnya daun gamal dari kebun energi apabila telah berproduksi, telah menjadi sejumlah daya dorong yang kuat untuk mendapatkan harta terbaik dengan membuat peternakan domba.

Rusaknya tanah-tanah pertanian dan juga hutan-hutan yang jumlahnya sangat banyak bahkan menurut FAO diperkirakan secara global telah mencapai sepertiganya.  Sebagian bahkan telah memasuki fase penggurunan (desertifikasi). Hal tersebut tentu mengkhawatirkan untuk ketercukupan pangan manusia dan potensi bencana alam lainnya. Allah SWT berfirman dalam QS  Ya-sin (36):33  ;  QS  Al An'am (6):99. Dan lagi-lagi tanaman leguminoceae inilah yang dimaksudkan dalam ayat tersebut. Akar tanaman leguminoceae yang mampu mengikat nitrogen (nitrogen fixing trees) dari atmosfer yang berfungsi sebagai tanaman perintis, pohon-pohon tersebut mengantarkan lahan yang semula  mati/gersang  sampai  layak  untuk  ditumbuhi karena menyuburkan tanah-tanah tersebut. Lalu dengan air hujan yang turun dari awan-awan dan sinar matahari, biomasa kayu-kayuan terbentuk dan daun-daunnya sebagai pakan ternak bergizi, adalah bagaimana energi dan pangan yang terbentuk berasal dari 'awang-awang'.Begitu pentingnya masalah pangan dan energi terbarukan sehingga manusia secara global perlu merumuskan dan membuat target untuk bisa cukup dan terpenuhi seperti dalam paket Sustainable Development Goals (SDGs). Daun-daun tersebut juga tinggi kandungan protein yang sangat dibutuhkan bagi domba tersebut. Kotoran-kotoran domba yang kaya akan phosporus (P) dan potassium/kalium (K), dengan penggembalaan di tanah-tanah tersebut akan semakin menyuburkan tanah-tanah yang rusak tersebut, karena unsur nitrogen (N), phospour (P), dan kalium (K) atau NPK adalah unsur esential kesuburan tanah. Sungguh maha besar kekuasaan Allah yang telah memberikan 'resep' /petunjuk untuk memakmurkan bumi-Nya bahkan dari kondisi matinya (QS  Ya-sin (36):33). Hal tersebut semakin menambah keimanan dan ketakwaan kepada-Nya seperti firman Allah SWT :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulil albab). Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi – (kemudian berkata) ‘Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS 3:190-191)

Senin, 14 Agustus 2017

Selalu Ada Pasar Untuk Setiap Jenis Pellet Fuel

Aspek pemasaran selalu menjadi momok bagi calon produsen. Ketika aktivitas produksi telah dilakukan termasuk biaya yang besar telah dikeluarkan untuk membeli peralatan atau mesin produksi, tanah untuk pabrik, bangunan pabrik dan sebagainya, sebagai contoh misalnya dengan produksi wood pellet kapasitas besar dari kebun energi, tetapi belum menguasai aspek pasar tersebut, tentu akan menjadi masalah besar. Mengkaji, menganalisis dan mendalami aspek pasar dengan karakteristiknya sebelum aktivitas produksi adalah hal yang sangat penting, terlebih lagi untuk produksi kapasitas besar yang juga membutuhkan biaya besar tersebut. Hal tersebut juga berlaku untuk pellet fuel dari biomasa sebagai bahan bakar padat yang mendapat banyak perhatian saat ini dan juga mulai banyak dikembangkan oleh sejumlah pihak. Dan tentu saja ketakutan calon produsen tersebut bisa dihindari apabila mereka telah menguasai seluk-beluk bisnis yang akan ditekuninya tersebut.

Biomass pellet atau pellet fuel dan lebih khususnya pada wood pellet bisa dibuat dari berbagai macam bahan baku biomasa, baik biomasa kayu-kayuan, limbah-limbah pertanian maupun rumput-rumputan. Secara lebih spesifik wood pellet adalah pellet fuel yang dibuat khusus dari biomasa kayu-kayuan (woody biomass) tersebut. Sedangkan biomass pellet adalah pellet fuel yang dibuat dari segala macam biomasa termasuk kayu-kayuan, limbah pertanian maupun rerumputan tersebut. Pellet fuel yang khusus dibuat dari limbah pertanian disebut agro-waste pellet. Kelompok wood pellet memiliki karakteristik memiliki nilai kalor tinggi dan kadar abu rendah sedangkan agro-waste pellet memiliki karakteristik nilai kalor lebih rendah dan kadar abu lebih tinggi. Wood pellet juga bisa dibuat dari jenis kayu keras dan kayu lunak yang masing-masing-masing ada sedikit perbedaan pada sifat-sifatnya (properties). Begitu juga kelompok pellet fuel dari limbah-limbah pertanian yang bahan bakunya juga bisa beragam seperti sekam padi, kulit kopi, kulit kacang, tandan kosong sawit (EFB) dan sebagainya. Sifat-sifat pellet fuel dari berbagai macam limbah pertanian tersebut juga berbeda-beda walaupun perbedaannya juga tidak tajam.

Kadar abu dan kimia abu adalah dua variabel penting terkait penggunaan atau pemanfaatan pellet fuel tersebut. Secara umum semakin tinggi kadar abu maka semakin kecil nilai kalor dari pellet fuel tersebut. Sedangkan kimia abu dari berbagai kelompok pellet fuel secara umum juga bisa dibedakan sebagai berikut :
1. Kandungan abu silica (Si) dan potassium / kalium (K) yang rendah dengan kalsium (Ca) yang tinggi, dengan high fusion temperature berasal dari kelompok hampir semua biomasa kayu (woody biomass). Dan inilah spesifikasi terbaik untuk pembakaran (combustion) dan gasifikasi.
2. Kandungan abu silica (Si) dan potassium/kalium (K) yang tinggi dengan kalsium (Ca) yang rendah berasal dari kelompok limbah-limbah biomasa pertanian.

Lebih jauh lagi karena unsur-unsur kimia penyusun biomasa dalam pellet fuel jumlahnya banyak maka hal tersebut menentukan sifat-sifat pellet fuel tersebut secara spesifik. Sebagai contoh : wood pellet dari kayu keras seperti meranti, merbau, ulin, halaban dan sebagainya berbeda sejumlah kandungan unsur kimianya dengan wood pellet dari kayu lunak seperti sengon/albasia. Begitu pula dengan agro-waste pellet seperti pellet sekam padi (ricehusk pellet) dengan pellet tandan kosong sawit (EFB Pellet). Bahkan sama-sama kelompok kayu keras maupun kayu lunak pun perbedaan-perbedaan jumlah kandungan unsur kimia abu antar berbagai species kayu-kayu tersebut juga terjadi dan hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat toleransi teknologi yang digunakan. Secara ilmiah (scientific) analisa ultimate di laboratorium bisa digunakan untuk mengetahui kandungan abu dan unsur-unsur kimianya secara terperinci/detail. Hal ini penting diketahui untuk penggunaan atau pemanfaatan pellet fuel tersebut secara spesifik.

Pada dasarnya pemanfaatan pellet tersebut adalah sebagai bahan bakar atau sumber energi. Teknologi pembakaran, gasifikasi dan pirolisis adalah route thermal yang bisa menggunakan pellet sebagai bahan bakar. Teknologi pembakaran paling banyak digunakan, selanjutnya gasifikasi dan terakhir pirolisis. Teknologi pembakaran (combustion) dengan suhu sedang hingga suhu tinggi bisa dilakukan. Sektor industri pada umumnya menggunakan suhu sedang dan pembangkit listrik menggunakan suhu tinggi. Pembakaran di sektor industri menggunakan alat-alat pembakar (combustor), yakni grate stoker (chain grate) dan stoker (static grate). Sedangkan pada pembangkit listrik menggunakan pulverized system, tambahan penjelasan juga bisa dibaca di sini.


Untuk bisa menggunakan pellet fuel dari berbagai bahan baku karena tidak bermasalah dengan sejumlah kimia abu pellet tersebut maka teknologi gasifikasi banyak digunakan. Dengan gasifikasi suhu operasionalnya juga relatif rendah (800 C) dibandingkan pulverized pada pembakaran, sehingga sejumlah unsur kimia abu juga tidak menimbulkan masalah. Penggunaan teknologi gasifikasi juga sudah mulai banyak pada pembangkit listrik. Teknologi gasifikasi dengan memaksimalkan produk gas memiliki tingkat efisiensi lebih tinggi dari pembakaran, tetapi harga atau investasi untuk kapasitas besar mahal sehingga pada pembangkit listrik kapasitas besar pada umumnya masih menggunakan teknologi pembakaran (pulverized) tersebut di atas. Dengan teknologi gasifikasi ini maka tidak hanya jenis wood pellet saja yang bisa digunakan tetapi agro-waste pellet juga bisa digunakansebagai bahan bakar.


Bagaimana dengan pirolisis? Berbeda dengan pembakaran dan gasifikasi yang menghasilkan abu sebagai residue, sedangkan di pirolisis tidak dihasilkan abu karena kondisi operasi rendah dibandingkan pembakaran dan gasifikasi yakni 400-600 C. Wood pellet atau biomass pellet jarang digunakan untuk bahan bakar atau bahan baku pada pirolisis. Pirolisis yang banyak digunakan saat ini adalah slow pyrolysis atau karbonisasi untuk produksi arang, sedangkan fast pyrolysis untuk produksi bahan bakar cair (bio-oil) juga masih jarang digunakan. Pada produksi arang dengan (slow) pyrolysis atau karbonisasi tersebut biasanya menggunakan kayu-kayuan atau pun briquette (sawdust briquette/wood briquette) sebagai bahan bakunya untuk menghasilkan produk arang kayu (lump charcoal) dan sawdust charcoal briquette, untuk mempertajam informasinya bisa dibaca di sini.

Torefaksi (torrefaction) atau mild pyrolysis bisa menghasilkan produk setengah arang (half carbonization) yang selanjutkan bisa dipadatkan menjadi torrified pellet fuel. Bahan baku proses torefaksi (torrefaction) tersebut yakni wood chip lalu setelah melalui proses torefaksi selanjutnya dihancurkan (crushing) dengan hammer mill yang sehingga berukuran menjadi serbuk yang selanjutnya dipadatkan menjadi torrified pellet fuel. Dengan proses torrefaction tersebut kandungan energi dari biomasa menjadi lebih tinggi sekitar 20% sehingga setelah dipadatkan kandungan energi torrified pellet fuel juga otomatis lebih tinggi dari wood pellet. Torrefaction dengan produk akhir torrified pellet fuel tersebut diprediksi akan menjadi tren bahan bakar padat biomasa masa depan. Pabrik wood pellet atau biomass pellet bisa meng-upgrade produknya menjadi torrefied pellet fuel dengan menambahkan torrefier atau alat torrefaction dalam produksinya. Tidak banyak modifikasi pabrik jika akan menambah torrifier atau alat torrefaction tersebut untuk menjadi produk akhir torrified pellet fuel nantinya. Jadi disini penggunaan teknologi torrefaction (mild-pyrolysis) untuk proses produksi bahan bakar biomasanya yakni torrified fuel, sedangkan teknologi gasifikasi dan pembakaran digunakan untuk mengekstrak energi dari bahan bakar biomasa berupa pellet fuel menjadi panas maupun listrik.


Dengan mengkaji secara mendetail karakteristik pellet fuel dan teknologi pemanfaatannya maka tidak ada pellet fuel yang tidak berguna atau tidak ada pasarnya. Kebutuhan energi juga terus meningkat seiring pertambahan penduduk. Karakteristik atau sifat-sifat khusus pellet fuel juga akan menentukan harga jual pellet tersebut. Wood pellet pada umumnya memiliki harga lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok agro-waste pellet. Dalam banyak hal wood pellet memiliki banyak keunggulan dibandingkan batubara terutama di sektor industri, tentu juga masalah keekonomiannya. Hal itu juga yang mendorong sejumlah industri beralih menggunakan wood pellet. Performance atau kinerja boiler di industri juga bisa bersaing dengan penggunaan wood pellet tersebut. Bagi industri-industri yang ingin melakukan ujicoba (testing) dan ingin beralih menggunakan wood pellet untuk boiler bisa menghubungi kami di eko.sbs@gmail.com

Sabtu, 12 Agustus 2017

Merancang Produksi Wood Pellet Kapasitas Besar Dari Kebun Energi

Dalam rangka mengantisipasi permintaan wood pellet global yang mencapai 50 juta ton/tahun 2024 dengan Korea dan Jepang mencapai 20 juta ton/tahun pada 2020  atau dengan nilai bisnis senilai 9 milyar dollar Amerika pada 2020 serta untuk menjadi pemain utama pada bisnis tersebut, maka merancang produksi dengan kapasitas besar dan berkelanjutan (sustainable) hanya bisa dilakukan dengan kebun energi. Skema dibawah ini menjelaskan tahapannya secara terperinci dan informatif :


Rabu, 02 Agustus 2017

Bahan Bakar Cair Dari Biomasa Di Era Bioeconomy

Bahan bakar padat biomasa terutama wood pellet telah mendapat perhatian besar sehingga penggunaannya terus meningkat, sebagai alat menurunkan suhu bumi. Estimasi penggunaan wood pellet dunia akan mencapai 50 juta ton/tahun pada tahun 2024 sementara Korea dan Jepang saja akan mencapai 20 juta ton/tahun pada 3-4 tahun mendatang. Mengapa bahan bakar padat biomasa tersebut mendapat perhatian sebegitu besar? Hal ini diantaranya karena pembangkit listrik batubara-batubara besar yang telah beroperasi bisa secara bertahap bisa menggunakan wood pellet tersebut, bahkan pembangkit-pembangkit baru juga dibangun khusus menggunakan wood pellet atau bahan bakar biomasa lainnya seperti cangkang sawit atau wood chip. Bagaimana dengan bahan bakar cair dari biomasa? Bahan bakar cair memiliki porsi besar sebagai bahan bakar kendaraan maupun industri, baik berasal dari fossil maupun dari biomasa. Bioenergi (energi dari biomasa yang meliputi padat, cair dan gas) saat ini mencapai porsi sekitar 10% dari total penggunaan energi global, atau equivalent sekitar 53 EJ/tahun (sekitar 6 menit pancaran energi matahari ke bumi). Konsumsi minyak bumi  mencapai sepertiga dari energi global diikuti batubara dan gas alam. Bioenergi menyuplai energi paling besar dibandingkan sumber energi non-fossil, seperti tabel dibawah ini. Bahan bakar cair dari kelompok bioenergi sendiri mencapai sekitar 6% atau 3 EJ/tahun (pancaran energi matahari ke bumi selama setengah menit). Bahan bakar cair tersebut terutama digunakan pada sektor transportasi. Bahan bakar cair dari biomasa yakni minyak tumbuh-tumbuhan (fatty acid), biometanol, bioetanol, biodiesel dan biooil. Diantara semua itu bioetanol dan biodiesel paling mendapat perhatian, karena sebagian besar mesin-mesin baik kendaraan dan industri menggunakan bahan bakar tersebut.

Sumber : Biomass in the energy industry, BP & Energy Biosciences Institute

Brazil dan Amerika Serikat adalah dua negara produsen utama bahan bakar cair dari biomasa berupa bioetanol dari tebu dan jagung. Lahan perkebunan tebu di Brazil 9 juta hektar dan pertanian jagung di Amerika 39 juta hektar. Selain untuk produksi bahan bakar, tebu dan jagung sebagian diolah menjadi produk pangan. Indonesia produsen terbesar minyak kelapa sawit atau CPO dengan produksi 23 juta ton/tahun dengan luas lahan saat ini 9 juta hektar dan masih terus berkembang. CPO selain untuk bahan baku biodiesel, bisa juga sebagai bahan bakar langsung, juga adalah minyak makan (edible-oil) yang penting. Saat ini banyak kita saksikan di SPBU-SPBU di Indonesia yang menjual Bio-Solar atau B-20 untuk bahan bakar kendaraan bermesin diesel dengan  komposisi 80% minyak diesel petroleum dan 20% biodiesel dari CPO. Untuk produksi bahan bakar cair dari biomasa di Indonesia selain pohon kelapa sawit dicanangkan antara lain dengan tanaman tebu, ketela pohon, shorghum,dan jarak pagar. Secara umum produksi bahan bakar cair dari biomasa di Indonesia belum menggembirakan. Bahkan jarak pagar telah gagal sebagai bahan baku biodiesel karena harganya masih mahal, sehingga produk biodiesel-nya tidak bisa bersaing dengan minyak diesel dari minyak bumi, ditambah lagi minyak jarak pagar juga bukan produk pangan. Masih perlu banyak upaya untuk mencapai kondisi yang diharapkan pada sektor ini. Apalagi tanah-tanah yang dibutuhkan untuk pertanian komoditas-komoditas diatas pada umumnya membutuhkan tanah yang subur dan biaya perawatan yang tinggi. Hal ini berbeda dengan kebun energi dari tanaman leguminoceae untuk produksi wood pellet yang mampu bertahan pada tanah marjinal, kritis dan lahan-lahan tidur.
Al Qur'an juga membahas energi terbarukan dari biomasa ini, yakni dari pepohonan yakni QS Yaasiin : 80, QS Al Waqi'ah : 71-72, dan QS An Nuur : 35. Di surat Yassiin Dan Al Waqi'ah indikasinya sumber energi tersebut dari pohonnya, sedangkan dalam surat An Nuur indikasinya dari buah. Rincian pengembangan energi terbarukan berbasis Al Qur'an secara lebih detail bisa dibaca di sini. Berdasarkan informasi diatas bahwa hampir semua bakar cair dari biomasa tersebut ternyata juga menjadi makanan bagi manusia. Lantas bagaimana kita seharusnya menyikapi kondisi demikian? Apalagi juga sudah terjadi huru-hara Tortilla di  Mexico pada tahun 2007 silam. Huru-hara tersebut terjadi karena Amerika Serikat mengolah jagungnya menjadi bahan bakar bioetanol, sedangkan Mexico sebagai negara tetangganya sudah tergantung import jagung dari Amerika sebagai bahan pangan sehingga sebagai akibatnya terjadilah krisis pangan. Dua hadist Nabi Muhammad SAW menjadi solusi dan panduan untuk masalah pangan dan energi, bagi kita sebagai pengikutnya :

Dari Aisyah dia berkata : "Sekali peristiwa keluarga Abu Bakar (ayahnya) mengirim (sop) kaki kambing kepada kami, lalu aku tidak makan, dan beliau (Nabi Muhammad SAW) juga tidak makan karena kami tidak punya lampu. Jika kami ada minyak ketika itu, tentu kami utamakan untuk dimakan." (HR. Ahmad).

Diriwayat lain dari Abu Hurairah : "Ada kalanya sampai berbulan-bulan berlalu, namun rumah-rumah Rasulullah tidak ada satu haripun yang berlampu. Dan dapurnyapun tidak berasap. Jika ada minyak dipakainya untuk dijadikan makanan."

Akhirnya dengan petunjuk Al Qur'an dan contoh soal dari kehidupan Nabi Muhammad SAW, uswatun hasanah kita, sudah semestinya umat ini mampu mengatasi konflik pangan dan energi, sekaligus mengembangkan kemampuan inovatifnya untuk mengeksplorasi sumber-sumber energi terbarukan tersebut.
Pencarian sumber energi murah dan berlimpah terus dilakukan untuk berpacu menurunkan suhu bumi. Limbah cair dari pabrik CPO yang masih mengandung minyak walaupun asam lemaknya bebas (FFA) tinggi yakni hingga 60%, asalkan kadar air dan benda pengotornya (M&I) kurang dari 2%, atau total minyaknya minimal 98% banyak dicari berbagai negara untuk produksi biodiesel. Minyak dari limbah pabrik CPO yang awalnya limbah atau biasa disebut minyak kotor (Miko) atau PAO (Palm Acid Oil) saat ini telah menjadi komoditas yang laris manis untuk bahan baku biodiesel. Pada dasarnya memangsa semua asam lemak (fatty acid) dapat diproses atau dikonversi menjadi biodiesel tersebut. Potensi Indonesia untuk PAO/Miko tersebut juga sangat besar mengingat sekitar 600 pabrik CPO di Indonesia dan tidak berkonflik dengan pangan manusia. Pengolahan PAO menjadi biodiesel murah sehingga bisa digunakan sebagai pembangkit listrik atau bahan bakar kendaraan atau mesin industri di dalam negeri seharusnya juga menjadi perhatian dan bisa diimplementasikan dalam waktu yang tidak lama lagi. Pemanfaatan PAO/Miko lainnya bisa sebagai bahan bakar langsung untuk berbagai pemanas. Pengolahan tandan kosong sawit (EFB) dan batang sawit menjadi EFB pellet dan OPT pellet banyak mengalami masalah karena bahan bakunya yang sangat basah, sehingga biaya pengeringan mahal. Penggunaan PAO/Miko tersebut bisa menjadi salah satu solusi masalah tersebut.

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...