Jumat, 30 Maret 2018

Produksi OPT Charcoal Pellet Untuk Solusi Limbah Batang Sawit

Limbah batang sawit seperti halnya biomasa pada umumnya maka bisa digunakan untuk sumber energi, material dan bahan kimia. Begitu banyak limbah batang sawit tersebut karena saat ini sebagian besar perkebunan sawit di Indonesia telah tua dan memasuki masa penanaman kembali (replanting) besar-besaran. Selain itu replanting juga merupakan program berkala atau periodik yang dilakukan perkebunan sawit untuk terus menjaga keberlangsungan produksinya, sehingga limbah batang sawit selalu tersedia. Indonesia dan Malaysia dengan luas perkebunan sawit total sekitar 17 juta hektar tentu saja memiliki banyak sekali limbah batang sawit. Apabila 1 hektar ditanami 130 pohon sawit maka populasi pohon sawit di kedua negara tersebut telah mencapai 2,21 milyar pohon sawit. Era bioeconomy saat ini mendorong pemanfaatan biomasa secara massif dan berkelanjutan (sustainable), sehingga yang pada awalnya dianggap limbah saat ini menjadi bahan baku potensial. Produksi arang dari limbah batang sawit juga tidak merusak lingkungan karena merupakan pohon yang harus diganti dengan tanaman baru. 

Penggunaan batang sawit untuk sumber energi salah satunya dengan dibuat pellet (OPT pellet) yang saat ini juga sudah ada produsennya. Opsi lainnya adalah dengan dibuat menjadi pellet arang (OPT Charcoal Pellet). Sebelum dipelletkan terlebih dahulu batang sawit diarangkan melalui proses pyrolysis atau karbonisasi. Arang yang dihasilkan itulah yang kemudian dipadatkan menjadi pellet (OPT Charcoal Pellet) dengan tambahan sedikit perekat. Ada banyak keunggulan yang bisa didapat dengan proses pyrolysis, khususnya pyrolysis kontinyu. Selain produk utama berupa arang (charcoal), produk samping berupa biooil, biomass vinegar (liquid smoke) dan syngas juga bernilai ekonomi tinggi. Biooil bisa langsung digunakan sebagai bahan bakar cair misalnya untuk burner atau bahan bakar kapal. Biooil juga bisa diupgrade untuk berbagai bahan bakar kendaraan umumnya seperti bensin maupun minyak diesel (solar). Biooil seperti halnya crude oil juga bisa diupgrade untuk produksi berbagai bahan kimia (bio-based chemical).
Biomass vinegar (liquid smoke) bisa digunakan sebagai biopestisida ataupun pupuk organik cair. Pemupukan akan mengembalikan kembali nutrisi atau bahan organik bagi pohon atau perkebunan tersebut. Hal ini menjadi penting dilakukan untuk menjaga keberlanjutan perkebunan sawit itu sendiri, dimana saat ini hal tersebut menjadi salah satu perhatian utama. Syngas bisa sebagai bahan bakar langsung seperti biooil, maupun digunakan untuk pembangkit listrik dengan menggunakan gas engine. Sedangkan produk utama yakni arang setelah dipelletkan bisa digunakan sebagai bahan bakar maupun arang pertanian (biochar). Pasar arang biasanya untuk industri makanan yakni untuk sumber panas, berbeda dengan wood pellet yang banyak digunakan pada pembangkit listrik. 

Mencari Harta Terbaik Dari Implementasi Kebun Energi Bagian 7

Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. ” (QS 16:10)

Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.”(QS 20:54)

"Orang-orang muslim itu bersyirkah dalam tiga hal, dalam hal padang rumput (lahan), air dan api (energi)". (HR. Sunan Abu Daud).

Petani diluar Jawa umumnya memiliki tanah 5-10 hektar, tetapi tidak sedikit yang memiliki puluhan hektar hingga ratusan hektar. Tanah-tanah tersebut banyak yang belum diolah maupun dioptimalkan sehingga memberi manfaat bagi pemiliknya. Tanah-tanah tersebut sangat potensial untuk dibuat padang gembalaan secara efisien dengan penggembalaan rotasi. Penggembalaan domba maupun campur domba dan sapi bisa diusahakan di area-area tersebut. Penggembalaan rotasi adalah membagi padang gembalaan tersebut menjadi beberapa unit seperti arena latihan kuda (paddock) selanjutnya binatang ternaknya secara bergiliran digembalakan di area gembalaan yang bersekat-sekat tersebut. Pada penggembalaan rotasi selalu ada padang gembalaan yang diistirahatkan untuk memulihkan pertumbuhan rumputnya. Pemilik-pemilik lahan tersebut juga bisa bersyirkah untuk mencapai luasan lahan tertentu untuk digunakan sebagai kebun energi. Kebun energi akan memproduksi kayu bisa untuk energi yakni wood pellet atau wood briquette ataupun turunan produk lain. Daun-daunnya digunakan untuk pakan ternak yakni domba maupun domba dengan sapi. Hewan ternak bahkan bisa digembalakan dalam area kebun energi dengan teknik tertentu maupun mengorbankan sejumlah tanah untuk area penggembalaan.

Penggembalaan rotasi akan memberikan hasil yang efisien baik produktivitas daging maupun keberlanjutan padang gembalaan tersebut. Pertumbuhan rumput bisa dijaga sedemikian rupa dengan penggembalaan rotasi tersebut, yakni dipertahankan pada ketinggian 8-10 cm. Bila rumput dimakan habis (overgrazed) sampai pangkal batang maka akan sulit tumbuh lagi dengan baik. Teknik mengatur supaya rumput terus tumbuh dengan baik yakni dengan mengatur durasi penggembalaan pada sekat penggembalaan tersebut, ini juga akan terpengaruh oleh faktor musim. Rumput akan tumbuh lebih cepat pada musim penghujan dan sebaliknya pada musim kemarau lebih lambat. Dengan irigasi yang baik pertumbuhan rumput pada musim kemarau bisa tetap dipertahankan. Padang gembalaan pada hakikatnya adalah bertani atau budidaya rumput itu sendiri. Selain itu dengan penggembalaan rotasi domba atau hewan ternak akan merumput lebih merata karena area penggembalaannya dibatasi dengan sekat-sekat tersebut. Sebagai perbandingan adalah dengan penggembalaan terus menerus (continous grazing), dimana ternak cenderung hanya makan rumput yang disukai bahkan sampai habis (overgrazing) sehingga keberlanjutan rumput padang gembalaan kurang optimal. 

Lalu bagaimana supaya keberlanjutan padang gembalaan bisa optimal? Pemupukan adalah hal penting untuk mencapai hal tersebut, selain hal-hal diatas. Distribusi kotoran ternak harus dibuat sebaik mungkin dalam padang gembalaan tersebut. Dengan rasio luas lahan berbanding jumlah ternak kecil atau jumlah ternak dibuat lebih banyak sehingga populasinya lebih besar membuat distribusi pupuk menjadi merata. Jarak mobilitas ternak dengan cara tersebut menjadi pendek. Tentu saja ketersediaan pakan berupa rumput menjadi pertimbangan penting untuk ketersediaan pakan ternak gembalaan tersebut. Rumput lebat walaupun tidak begitu luas bisa jadi menyediakan pakan lebih banyak daripada tanah luas dengan populasi rumput yang jarang. Apabila luasan 1 m2 dengan kondisi rumput lebat dihasilkan 1 kg rumput, maka untuk tiap hektarnya tersedia 10 ton rumput untuk pakan. 
Al Qur'an menunjukkan bahwa binatang gembalaan menyukai tempat teduh dibawah pepohonan dan juga dekat sumber air (QS 16:10). Hal ini  juga telah dibuktikan dari penggembalaan professional diberbagai negara dan belahan bumi. Untuk itu padang gembalaan seharusnya juga ditumbuhi banyak pepohonan seperti petunjuk Al Qur'an. Diantara pepohonan tersebut juga bisa tumbuh banyak rerumputan. Hewan-hewan gembalaan akan banyak menghabiskan waktunya di tempat teduh di bawah pepohonan tersebut. Sumber air juga perlu disediakan di lokasi tersebut untuk tempat minum hewan-hewan gembalaan tersebut. Akibatnya kotoran ternak juga akan terakumulasi di lokasi-lokasi tersebut sehingga juga menyuburkan tanahnya. Pohon buah-buahan maupun pohon kayu-kayuan bisa digunakan pada padang gembalaan tersebut. Daun-daun dari kebun energi bisa dijadikan pakan tambahan bagi domba-domba tersebut. Peternakan domba tersebut juga bisa termasuk mendukung syariat qurban yakni syariat Islam menyembelih hewan qurban pada setiap tanggal 10 Dzulhijah atau hari raya Idhu Adha. Selain tanah-tanah tersebut digunakan untuk kebun energi, tanah-tanah perkebunan di Indonesia yang sangat luas misalnya kelapa sawit yang mencapai 12 juta hektar, kelapa 3,7 juta hektar, karet 3,5 juta hektar, sengon, aneka kebun buah-buahan yang juga sangat luas bisa dimodifikasi dengan penggembalaan domba untuk optimalisasi lahan dan peningkatan kesuburan tanahnya. 

Selasa, 27 Maret 2018

PKS untuk FBC Powerplant

Pembangkit Listrik di Jepang 49 MW
yang beroperasi sejak 2015 dengan PKS
Teknologi fluidized bed combustion (FBC) bukanlah hal yang baru karena sudah digunakan sejak tahun 1960 untuk membakar sampah kota dan limbah industri. Setelah terbukti sukses, selanjutnya dibuatlah lebih dari 300 unit di seluruh dunia. Keunggulan teknologi ini adalah fleksibitas bahan bakar lebih tinggi, efisiensi tinggi karena mixing yang baik, suhu pembakaran relatif rendah sehingga meminimalisir masalah deposit abu karena meleleh dan penggunaan udara berlebih (excess air) kecil, juga semakin meningkatkan efisiensinya dan mengurangi flue gas yang dihasilkan. Teknologi FBC ini cocok untuk kapasitas besar yakni diatas 20 MW. Dalam perkembangannya teknologi ini terbagi menjadi 2, yakni bubbling fluidized bed (BFB) dan circulating fluidized bed (CFB). Secara umum perbedaan keduanya tidak banyak, seperti ukuran bahan bakar, konstruksi unit dan rasio udara-bahan bakar. PKS (palm kernel shell) atau cangkang sawit lebih cocok untuk CFB powerplant karena ukurannya kurang dari 4 cm. Pembangkit-pembangkit listrik di Jepang khususnya, yang menggunakan PKS atau cangkang sawit sebagai bahan bakarnya karena menggunakan teknologi CFB ini.

Dengan operasi suhu relatif rendah yakni 650-900 C maka masalah abu bisa diminimalisir. Bahan bakar biomasa tertentu kadang memiliki kadar abu yang tinggi dan kimia abu yang berpotensi merusak unit pembangkit tersebut. Selain itu faktor kebersihan bahan bakar juga sangat penting, hal ini karena secara teknis pengotor-pengotor tertentu seperti logam bisa menutup pori-pori udara pada angsang (perforated plate) unit FBC tersebut, padahal udara khususnya oksigen mutlak dibutuhkan pada proses pembakaran tersebut dan juga yang membuat kondisi fuel bed ter-fluidize. Prasyarat kebersihan bahan bakar tersebut harus dipenuhi oleh penyedia atau penjual bahan bakar biomasa tersebut, oleh sebab itu pihak pembeli mensyaratkan jumlah pengotor (impurities/kontaminan) yang bisa diterima sangat kecil, yakni berkisar kurang dari 1%. Pembersihan PKS dilakukan dengan mengayaknya baik manual maupun dengan mesin mekanis, untuk lebih detail masalah kebersihan bahan bakar biomasa bisa dibaca disini.
Selain PKS, pellet fuel dari limbah-limbah pertanian atau agro-waste pellet seperti EFB pellet yang memiliki kandungan abu besar dan titik leleh abunya rendah juga bisa digunakan dan tidak perlu khawatir sebagai bahan bakar dengan teknologi ini. Produksi   agro-waste bisa digenjot apabila pembelinya ada, yakni pembangkit listrik biomasa dengan teknologi CFB. Walaupun limbah-limbah pertanian melimpah ruah di Indonesia tetapi umumnya hanya dibakar atau di timbun saja, karena dianggap sebagai masalah atau polutan. Mengapa limbah-limbah tersebut tidak diolah menjadi pellet? Salah satunya karena belum menemukan pasar atau pembelinya, walaupun pada dasarnya selalu ada pasar untuk setiap jenis pellet fuel. Sementara PKS yang bisa dihasilkan di Indonesia dengan luas perkebunan sawit saat ini 12 juta hektar diperkirakan mencapai 10 juta ton/tahun, bisa langsung digunakan untuk pembangkit listrik CFB tersebut. Hal inilah mengapa PKS lebih dicari oleh pembeli saat ini. 
Kelemahan atau kekurangan pembangkit listrik CFB adalah konsentrasi yang tinggi pada flue gas (gas buang) sehingga penangkap debu (dust precipitator) dan boiler cleaning system harus mampu bekerja secara efisien. Selain itu bed material juga hilang bersama abu, sehingga secara periodik perlu ditambahkan kembali. Bed material yang biasa dipakai yakni pasir silika dan dolomit. Untuk mengurangi biaya biasanya bed material digunakan kembali setelah dipisahkan dengan abu. Tekniknya yakni campuran abu tersebut dipisahkan dari material ukuran besar dengan partikel lembut dan pasir silika dalam air classifier. Selanjutnya material yang lembut dikembalikan ke dalam tumpukan (bed). Lebih spesifik lagi CFB lebih tinggi efisien dan lebih sedikit gas buang (flue gas) dibandingkan dengan BFB sehingga boiler dan sistem pembersih gas buang dapat dirancang lebih kecil. 

Bahan bakar biomasa mendapat porsi 4,3% di Jepang pada proyeksi energi 2030 mereka. Ini berarti biomasa terhitung sebesar 4,3% dari 245 juta MW pertahun dengan energi terbarukan atau sekitar 6.000 MW dari biomasa. Untuk mengurangi emisi CO2 dari batubara Jepang juga membuat peraturan tentang efisiensi pembangkit listriknya, yakni menjadi minimum 41% pada 2030 sedangkan sebagian besar efisiensi pembangkit listrik batubaranya saat ini berkisar 30-35%. Saat ini pembangkit listrik yang memiliki efisiensi lebih dari 41% hanya ultra supercritical pulverized coal. Modifikasi pembangkit listrik juga bisa dilakukan untuk meningkatkan efisiensi tersebut, tetapi tentu membutuhkan biaya lagi, sehingga kondisi tersebut semakin menjadi daya dorong pembuatan pembangkit listrik biomasa khususnya CFB powerplant dan efeknya peningkatan permintaan PKS. 


Minggu, 25 Maret 2018

Produksi Wood Pellet Atau Charcoal Pellet ?

Wood pellet telah menjadi pembicaraan hangat dan peluang bisnis menggiurkan saat ini. Tidak sedikit perusahaan-perusahaan besar yang berencana untuk produksi wood pellet di Indonesia khususnya dengan bahan baku dari kebun energi. Tentu masih banyak yang ingat juga beberapa waktu lalu Indonesia banyak disorot dunia untuk fungsinya sebagai paru-paru dunia dengan hutan tropisnya sebagai penyerap CO2  dan kompensasi carbon trading. Selanjutnya akankah di era saat ini Indonesia akan menjadi pemasok bahan bakar biomasa utama dunia yang merupakan bahan bakar karbon netral? Tidak mengherankan Indonesia sebagai negara tujuan untuk investasi produksi biomasa, hal ini karena faktor iklim tropisnya, tanah luas tersedia dan tanah yang subur. Hampir semua daerah di Indonesia bisa ditanami untuk berbagai jenis tanaman dan kondisi ini berbeda dengan negara subtropis maupun daerah kering seperti bergurun pasir. Tentu saja yang penting bahwa aktivitas bisnis produksi biomasa dan turunannya tersebut memberi keuntungan yang adil dengan warga negara maupun pemerintah Indonesia. Jangan sampai penduduk hanya menjadi obyek bahkan penonton di negerinya sendiri, ibarat ayam mati di lumbung padi. Jika hal itu terjadi, maka sungguh keterlaluan. Kaum muslimin bisa menangkap dan memanfaatkan peluang tersebut dengan cara bersyirkah, lebih detail bisa dibaca disini.

Sejarah juga telah mengajarkan bahwa kekayaan alam tetapi tidak dikelola dengan baik maka hanya mengundang penjajah. Ingat, Indonesia dijajah khususnya secara militer, politik, pendidikan dan ekonomi 350 tahun,karena awalnya rempah-rempah dan tentu penjajahan gaya baru (neo-kolonialism) juga tidak boleh terjadi lagi untuk masa kini dan masa depan. Mengapa wood pellet menjadi sedemikian populer? Alasan pertama adalah tingginya permintaan wood pellet yang didorong oleh sejumlah kebijakan pro lingkungan, yang di Asia terutama Korea dan Jepang. Alasan kedua, pembangkit listrik adalah salah satu sumber polusi terbesar dengan emisi CO2 sangat besar, sehingga perlu dikurangi bahkan perlu diganti dengan pembangkit listrik biomasa yang karbon netral. Alasan ketiga, produksi wood pellet lebih murah daripada bahan bakar seperti bioethanol. Sejumlah analisis menyatakan bioethanol dari biomasa kayu (lignocellulosic biomasa) baru menarik diproduksi ketika harga minyak bumi diatas $100/barrel sedangkan harga minyak bumi saat ini dikisaran $60/barrel. 

Pengguna utama wood pellet adalah pembangkit-pembangkit listrik besar, sehingga dibutuhkan volume dan kontinuitas produksi. Sejumlah aturan yang ketat telah diberlakukan pada produksi wood pellet sebagai contoh standar kualitas, dan keberlangsungan pasokan bahan baku yang dibuktikan dengan sertifikasi tertentu seperti FSC. Produk wood pellet yang diperdagangkan harus memenuhi standard atau kriteria tersebut. Kontrak-kontrak panjang juga biasa dilakukan pada transaksi jual beli wood pellet. Melihat sejumlah hal diatas, maka bisa dipahami jika pemain-pemain atau produsen-produsen wood pellet harus memiliki modal besar. Produksi wood pellet saat ini diperkirakan 20 juta ton dengan Amerika Serikat dan Kanada sebagai produsen utamanya, sedangkan Eropa adalah pengguna utamanya, diikuti Jepang dan Korea di kawasan Asia. 

Arang adalah produk energi dari pengolahan biomasa khususnya kayu. Arang kayu sudah dikenal sangat lama dan banyak diproduksi di sejumlah tempat. Proses produksi arang kayu umumnya tradisional, memakan waktu lama dan kualitas tidak seragam. Menurut FAO produksi arang kayu secara global pada tahun 2015 tercatat lebih dari 50 juta ton dan sekitar separuhnya diproduksi di Afrika. Setiap tahunnya Eropa mengimport 1 juta ton arang, demikian juga Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah mengimport arang lebih dari 1 juta ton. Penggunaan arang tersebut sebagian besar adalah sektor rumah tangga dengan distribusi eceran (ritel). Selain itu arang juga digunakan untuk metalurgi, pertanian (biochar) dan bahan baku arang aktif (activated carbon).

Produksi arang dan pemasaran arang juga belum diperlakukan aturan yang ketat seperti wood pellet. Hal ini terutama karena produsen arang yang sangat banyak, dengan rata-rata produksi kecil dan teknologi produksi tradisional. Selain itu pasar atau pembeli juga tidak mensyaratkan volume besar dan kontrak jangka panjang. Faktor kualitas tetap menjadi standard penting terutama untuk pasar export. Tetapi bisa jadi aturan lebih ketat juga akan diberlakukan pada produksi dan pemasarannya, mengingat potensi kerusakan yang ditimbulkan. Konversi rendah tungku-tungku pengarangan tradisional yakni rata-rata 15% membuat kebutuhan bahan baku kayu menjadi ekstra, sehingga untuk menghasilkan 1 juta ton dibutuhkan bahan baku sekitar 6,5 juta ton kayu. Pendekatan dengan menggunakan teknologi yang efisien semakin mendesak apalagi untuk melayani kebutuhan yang besar dan kontinyu. Pyrolysis atau karbonisasi kontinyu adalah solusi untuk hal tersebut yakni dengan tingkat konversi ke arang mencapai 30% atau hampir sepertiganya. Dengan teknologi yang efisien tersebut hanya dibutuhkan bahan baku kayu kurang lebih 3 juta ton, atau hanya separuhnya yang berarti menghemat sekitar 3 juta ton bahan baku kayu. 

Untuk meningkatkan efisiensi dan kemudahan dalam transportasi dan handling dan penggunaannya maka arang juga bisa dibuat pellet. Nilai kalor arang yang lebih tinggi dari kayu yakni sekitar 2 kali lipatnya, juga membuat pellet arang (charcoal pellet) memiliki kalori lebih tinggi dibandingkan wood pellet. Berbeda dengan produksi wood pellet yang tidak membutuhkan perekat tambahan, karena lignin dalam kayu itu sendiri juga berfungsi sebagai perekat ketika ditekan (kompresi) dan suhu tinggi, untuk charcoal pellet membutuhkan perekat tambahan berupa tepung tapioka, hal ini karena lignin telah terdekomposisi (terurai) sewaktu proses karbonisasi (pyrolysis). Keuntungan lainnya dari proses pyrolysis adalah dihasilkan sejumlah produk samping yang memberi keuntungan tambahan, yakni : biooil sebagai bahan bakar burner/boiler, campuran bahan bakar kapal dan bisa diupgrade menjadi bahan bakar kendaraan pada umumnya, lalu syngas yang bisa digunakan untuk bahan bakar gas engine untuk produksi listrik serta wood vinegar yang bisa diolah lanjut menjadi biopestisida maupun pupuk organik cair. Untuk kapasitas produksi 200 ton/hari INPUT atau kurang lebih 70 ton arang/hari (OUTPUT) maka output listrik yang dihasilkan bisa mencapai 5 MW dengan bahan baku wood chip atau serbuk kayu (sawdust). 
Kontinuitas bahan baku untuk produksi arang juga sama seperti produksi wood pellet yakni dari kebun energi sehingga bisa terus berkelanjutan. Optimalisasi kebun energi dengan peternakan domba plus sapi dan peternakan lebah madu adalah opsi terbaik untuk optimalisasi penggunaan lahan. Kesimpulannya ada dua opsi menarik pada bisnis bahan bakar biomasa saat ini, yakni produksi wood pellet dengan syarat ketat mulai dari sumber bahan baku dan kualitas produk wood pelletnya, tetapi bisa mendapatkan kontrak pembelian wood pellet jangka panjang yakni sampai 20 tahun atau produksi charcoal pellet, yang syaratnya tidak seketat wood pellet, lalu pada tahap karbonisasi atau pyrolysis juga dihasilkan sejumlah produk samping yang juga menguntungkan, bahkan untuk listriknya juga sangat dimungkinkan untuk kontrak jangka panjang dengan menjualnya ke PLN dengan mekanisme PPA (Power Purchase Agreement) sampai 25 tahun tapi untuk produk-produknya tidak bisa kontrak panjang. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas tentu dibutuhkan kajian mendalam sebelum mengeksekusi salah satu atau bahkan kedua peluang tersebut. 

Rabu, 21 Maret 2018

Peningkatan Efisiensi Biomasa Untuk Ketercukupan Energi Bagian 2

Indonesia terkenal dengan negeri rayuan pulau kelapa. Hal ini karena begitu luasnya perkebunan kelapa di Indonesia yang mencapai sekitar 3,7 hektar dengan sebagian besar merupakan perkebunan rakyat. Luasnya perkebunan kelapa tersebut menempatkan Indonesia sebagai pemilik perkebunan kelapa terluas di dunia, dan Philipina menempati peringkat kedua. Pohon kelapa terutama tumbuh di sepanjang pantai, dan memang Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Walaupun luas perkebunan kelapa Indonesia no 1 di dunia tetapi produktivitasnya masih kalah dengan Philipina, sehingga Philipina juga sebagai produsen kelapa no 1 di dunia. Industri kelapa di Philipina juga lebih maju daripada Indonesia. Indonesia disini lain lebih memprioritaskan kelapa sawit dibanding kelapa. Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia saat ini sekitar 12 juta hektar atau lebih dari 3 kali luas perkebunan kelapanya.

Pohon kelapa juga dijuluki pohon kehidupan karena seluruh bagiannya bisa dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Tetapi saat ini nasibnya memprihatinkan karena kurangnya perhatian untuk pengembangan perkebunan dan industrinya. Produk utama kelapa adalah minyaknya yang memiliki kandungan asam laurat yang tinggi. Asam laurat hanya ditemukan ditiga tempat, yakni minyak kelapa, minyak kernel sawit dan air susu ibu. Asam laurat adalah asam lemak rantai sedang (medium chain fatty acid : MCFA) yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia. Asam laurat banyak membantu penyembuhan berbagai penyakit seperti diabetes, kolestrol, hipertensi dan sebagainya. VCO (Virgin Coconut Oil) adalah bentuk minyak kelapa yang bisa langsung dikonsumsi manusia. VCO berbeda dengan minyak goreng kelapa karena pada VCO dibuat tanpa pemanasan sehingga menghasilkan asam lemak jenuh rantai sedang atau Medium Chain Fatty Acids (MCFA) yang tinggi, vitamin E, anti oksidan dan enzim-enzim yang ada didalam buah kelapa. Asam laurat dalam VCO mudah diserap sampai ke mitokondria sehingga akan meningkatkan metabolisme tubuh. Selain itu dapat merangsang produksi insulin yang menyebabkan proses metabolisme glukosa dapat berjalan normal, yang ini secara khusus sangat berguna bagi penderita diabetes. Manfaat lebih umum yakni mengkonsumsi minyak kelapa murni atau VCO juga dapat mengaktifkan hormon-hormon antipenuaan dan pregnenolone, progesteron, dan DHEA, serta mencegah serangan jantung, pikun, kegemukan, kanker, dan penyakit lain yang berhubungan dengan penuaan dini.


 


Asam lemak jenuh, asam laurat (lauric acid) terdiri dari 12 atom karbon, yang diikat jenuh (tidak ada ikatan ganda) oleh atom hidrogen. Hal ini yang membuatnya tidak mudah tengik dan bisa bertahan hingga 2 tahun. Dengan 12 atom karbon tersebut maka asam laurat disebut asam lemak rantai sedang (MCFA). Sedangkan minyak arau asam lemak lainnya pada umumnya seperti minyak goreng sawit, minyak kacang dan sebagainya  merupakan asam lemak berantai panjang (long chain fatty acid=LCFA) dan ikatan kimianya tidak jenuh (ikatan ganda). Asam laurat akan diubah menjadi monolaurin atau sebuah senyawa monogliserida yang diproleh para bayi dari air susu ibu yang mempunyai sifat antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa. Asam lemak rantai sedang (MCFA) bisa langsung diserap melalui dinding usus sesampainya di saluran cerna, proses ini lebih cepat karena tanpa melalui proses hidrolisis dan enzimatik. Selanjutnya langsung dipasok masuk kedalam aliran darah dan langsung dibawa kedalam organ hati untuk dimetabolisir. Didalam hati VCO diproses menjadi energi saja, bukan kolesterol LDL dan bukan timbunan lemak, energi tersebut digunakan untuk meningkatkan fungsi semua kelenjar endoktrin, organ dan jaringan tubuh. Asam Lemak rantai sedang (MCFA) memiliki ukuran molekul yang kecil, sehingga mudah dicerna dan dapat langsung diserap tubuh (diserap oleh dinding usus) karena MCFA mudah menembus mitokondria (sebuah organ yang ada dalam setiap sel tubuh kita yang berfungsi menghasilkan energi untuk tubuh), Sehingga Pankreas, saluran pencernaan, dan hati dapat bekerja lebih ringan.Kemudahan MCFA menembus mitokondria, menjadikan VCO berperan sebagai sumber energi instan atau cepat menghasilkan energi bagi tubuh. Sedangkan LCFA perlu proses hidrolisis dan enzimatik sebelum diserap dinding usus. Bentuk produk atau hasil dari penguraian LCFA tersebuat adalah energi, kolesterol, dan ada sisa lemak yang ditimbun di jaringan lemak tubuh. Kolesterol dan timbunan lemak itulah yang dapat menjadi dasar timbulnya berbagai macam penyakit kronis dan degeneratif seperti hipertensi, stroke, dan diabetes. VCO juga bisa sebagai obat dan supplemen kesehatan halal, karena di saat ini juga sangat sedikit kita menemukan produk obat atau farmasi halal.
Air kelapa juga memiliki banyak manfaat. Nata de coco adalah produk populer dari pengolahan air kelapa. Nata de coco sebagai bahan minuman kaya serat, rendah kalori dan mengandung vitamin B dan C sangat baik dikonsumsi untuk kesehatan.  Air kelapa juga bisa sebagai sebagai minuman isotonik, yakni sebagai pengganti ion tubuh, untuk mengembalikan stamina dan energi baru bagi tubuh. Kandungan terbesarnya adalah kalium (potasium), dengan rincian sebagai berikut yakni 294 mg kalium (potasium), 23 mg natrium (sodium), 5 mg gula dan 118 mg cloride. Mineral-mineral tersebut sangat dibutuhkan tumbuh kita, walaupun kuantitasnya sangat sedikit. Kekurangan mineral-mineral berakibat menjadi sumber masalah kesehatan. Seharusnya kita bisa mendapatkan pasokan mineral-mineral tersebut secara mencukupi melalui makanan atau minuman kita kita. Sebagai contoh kekurangan kalium (K) akan menyebabkan masalah pencernaan dan Copper (Cu) menyebabkan produksi dan kerja enzyme terganggu. Segala masalah kesehatan dapat muncul karena hal ini. Kekurangan Copper mengganggu produksi energi, neurotransmission, meningkatkan resiko cardiovascular dan penyakit neurodegenerative.  Untuk memenuhi mineral yang lengkap air kelapa tersebut bisa ditambahkan dengan mineral lainnya. 

Limbah biomasa dari kelapa ini antara lain sabut, tempurung, pelepah, daun serta batangnya. Semua limbah biomasa tersebut bisa diolah untuk dikonversi menjadi energi. Dari sabut kelapa bisa langsung diolah semuanya menjadi pellet maupun briket. Tetapi bisa juga untuk lebih memberi nilai tambah, serabut (fiber) dipisahkan dari sabutnya menjadi cocofiber, sedangkan limbahnya yakni cocopeat atau cocodust bisa dibuat pellet atau briket. cocopeat atau cocodust juga bisa dipadatkan menjadi semacam briket, atau yang terkenal dengan cocopeat block. Pemanfaatan cocopeat block yakni terutama untuk media tanam, untuk lebih rinci bisa dibaca disini. Batang kelapa cukup mahal harganya dan banyak digunakan berbagai kayu bangunan, sehingga pemanfaatan menjadi pellet atau briket tidak cocok. Sedangkan limbah gergajian atau limbah pengolahan batang kelapa cocok digunakan untuk pellet atau briket, karena harganya murah seperti kayu limbah pada umumnya. Tempurung kelapa saat ini hampir semua diolah menjadi arang. Arang dari tempurung kelapa tersebut bisa langsung sebagai bahan bakar, bahan baku briket maupun bahan baku arang aktif.

Apabila kelapa diolah keseluruhan atau terintegrasi maka semua manfaat kelapa bisa dioptimalkan, atau minimal sejumlah biomasanya bisa dikonversi sebagai sumber energi yang menarik. Berbagai skenario teknologi pemanfaatan kelapa secara terintegrasi bisa dipertimbangkan, sehingga bisa dicari skenario optimalnya. Daerah-daerah sentra kelapa seperti Indragiri Hilir di Riau, Padang, Bengkulu, Lampung dan sebagainya harus mulai mencari potensi bisnis kelapa ini. Selain Philipina, India juga cukup maju dalam industri kelapa walaupun biomasanya belum difokuskan ke sektor energi. Justru inilah kesempatan untuk  mencuri start untuk mengefisienkan limbah kelapa untuk sektor energi. Ketika sektor energi kuat maka kedaulatan negara juga semakin mantap. 

Selasa, 20 Maret 2018

Mencari Harta Terbaik Dari Implementasi Kebun Energi Bagian 6

Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. ” (QS 16:10)

Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.”(QS 20:54)

"Orang-orang muslim itu bersyirkah dalam tiga hal, dalam hal padang rumput (lahan), air dan api (energi)". (HR. Sunan Abu Daud).

Ketika muslim mengamalkan petunjuk-petunjuk diatas, maka masalah pangan, energi dan air akan bisa diatasi. Mengapa masalah pangan, energi dan air saat ini begitu carut marut? Bahkan bisa mengancam kedaulatan suatu negara. Jawabannya karena tidak mengamalkan petunjuk-petunjuk diatas. Di era saat ini ketika dunia berlomba-lomba menurunkan suhu bumi, sektor energi bisa sebagai entry point strategis. Energi dari pepohonan atau kayu-kayuan yang juga sejalan dengan petunjuk Al Qur'an saat ini telah menjadi program dunia karena merupakan bahan bakar karbon netral yang tidak menambah kadar CO2 di atmosfer. Eropa contohnya dengan program bioeconomy yang dicanangkan, energi dari biomasa mencapai 70%. Jepang dan Korea dengan program energi terbarukan juga membutuhkan puluhan juta ton bahan bakar biomasa. Amerika Serikat melalui Departemen Energinya telah mencanangkan produksi biomasa kering minimal 1 milyar ton pada tahun 2040 tanpa merusak lingkungan. Kanada dengan climate plan-nya juga telah mentargetkan menghapus atau bebas pembangkit listrik batubara dan gas (coal free) pada 2030. Ketika muslim mengamalkan petunjuk-petunjuk tersebut maka dia akan mendapat pahala karena keimanannya pada Allah SWT dan Rasul-Nya, tidak sekedar hanya manfaat duniawi seperti manfaat lingkungan dan manfaat ekonomi. 
Wood pellet adalah produk pengolahan biomasa yang sangat populer hari ini. Kebun energi multipurpose bisa digunakan untuk produksi biomasa kayu-kayuan sebagai bahan baku produksi wood pellet. Pasar export wood pellet terutama Jepang dan Korea, tetapi keduanya memiliki karakteristik tersendiri, untuk lebih detail dibaca disini. Merancang kebun energi multipurpose untuk produksi juga membutuhkan teknik tersendiri, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Dengan syirkah sangat mungkin potensi tersebut dapat diwujudkan. Lalu bagaimana kalau kaum muslimin tidak mau bersyirkah (kerjasama bisnis secara syariah)? Pertama, jelas akan sangat sulit menangkap peluang tersebut. Kedua, masalah pangan, energi dan air akan dikuasai non-muslim, dan kaum muslim hanya jadi penonton dan konsumen saja, mirip dengan kondisi hari ini. Ketiga, ketika urusan penting yakni pangan, air dan energi tidak ditangan kaum muslim, maka kaum menjadi tidak mandiri dan mudah dipecahbeah dengan adu domba dan sebagainya. Migrasi dari ekonomi fossil ke bioeconomy adalah momentum tepat untuk kebangkitan ekonomi umat dengan cara bersyirkah tersebut.  Pasar wood pellet dalam negeri juga perlu diciptakan dan dikembangkan secara berkesinambungan. Bukan mustahil ketika produksi bahan bakar biomasa khususnya wood pellet telah massif, maka peran energi terbarukan dari biomasa menjadi dominan. Apalagi saat ini Indonesia juga telah menjadi nett importir minyak bumi. Minyak bumi yang diproduksi didalam negeri tidak cukup lagi untuk memenuhi konsumsi penduduknya. 
Peternakan domba dan lebah madu yang diintegrasikan dengan kebun energi, akan memberikan nilai tambah yang optimal. Produsen domba di Indonesia yang belum berkembang dan terorganisir membuat kontribusi dalam sektor ekonomi masih minim. Sebagai contoh di negara yang mayoritasnya non-muslim seperti Amerika Serikat telah  ada asosiasi domba yakni American Sheep Industry Association (ASI) yang beranggotakan sekitar 83.000 produsen domba. Selain sejumlah padang rumput baik yang berada di areal kebun buah-buahan atau tanaman pangan, seperti kebun kelapa, kebun mangga, jambu dan sebagainya adalah lokasi yang ideal untuk peternakan domba tersebut, maka padang rumput berada di area hutan yang produk utamanya kayu seperti mahoni, sengon dan sebagainya juga sangat bagus. Sebagai referensi Alberta, Kanada Kementrian Perlindungan Lingkungan setempat telah menggunakan puluhan ribu domba untuk mengendalikan tanaman rumput berbulu yang menghalangi tumbuhnya rumput pakan di area tersebut. Domba termasuk binatang ternak yang tahan terhadap sejumlah tanaman yang dianggap beracun, seperti tanaman berbulu yang merupakan sejenis gulma dan beracun bagi sapi. Sehingga karena kemampuannya tersebut di Texas dan Southwest domba juga dimanfaatkan untuk mengendalikan sejumlah species gulma yang menyerang habitat rumput. 
Menjaga tingi rumput minimal 3 inch (7,5 cm) adalah
faktor penting dalam penggembalaan
Teknik menggembala di Indonesia bisa jadi akan punya ciri khas tersendiri, hal ini karena Indonesia beriklim tropis, sedangkan sebagian besar produsen domba saat ini di daerah beriklim subtropis. Tetapi justru di daerah tropis inilah seharusnya peternakan domba mendapatkan tempat ideal untuk penggembalaannya, karena merujuk pada petunjuk Al Qur'an di atas (QS 16:10). Penggembalaan rotasi adalah cara terbaik untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas daging terbaik. Susu, wool dan kulit juga merupakan produk-produk lain yang dihasilkan dari peternakan domba tersebut yang juga sangat dibutuhkan Indonesia saat ini. Kecepatan rumput untuk pulih pada musim penghujan jauh lebih cepat daripada musim kemarau. Tetapi karena hujan berlebihan bisa mengakibatkan domba-domba tersebut sakit dan mati, maka durasi penggembalaan sewaktu musim penghujan bisa dipercepat, tetapi dengan rotasi lebih pendek dan domba akan lebih banyak berada di kandang. Sedangkan pada musim kemarau cara penggembalaan menjadi sebaliknya. Irigasi yang baik akan membuat rumput tetap 'ijo royo-royo' pada musim kemarau. Pada era saat ini untuk mendapatkan air untuk irigasi sejumlah cara bisa ditempuh. Selain mengalirkan air dari sumber air di pegunungan atau membendung aliran sungai, cara lain seperti membuat sumur lalu airnya dinaikkan dan digunakan pada perkebunan dan peternakan tersebut. Sejumlah teknologi bisa digunakan untuk menghasilkan listrik untuk energi pompa yang menaikkan air dari sumur tersebut, sebagai contoh energi matahari dengan solar pv, energi angin, energi biomasa dengan gasifikasi, stirling engine dan ORC (organic rankine cycle). 
Penggembalaan domba dengan sapi juga terbukti memberikan hasil positif. Hal ini dikarenakan kedua jenis hewan ternak tersebut mempunyai kebiasaan penggembalaan yang berbeda, sebagai contoh domba menyukai rumput berdaun lebar, sedangkan sapi menyukai rumput berdaun sempit. Penggembalaan domba dan sapi tersebut bisa dilakukan secara bersamaan maupun waktunya berlainan. Padang gembalaan juga lebih baik, karena seluruh tanaman rerumputan dimakan ternak baik domba maupun sapi secara merata. Apabila padang rerumputan tidak digembala secara merata, maka kualitas rumput juga akan menurun. Jenis-jenis rumput tertentu menjadi favorit bagi domba sehingga jenis ini akan lebih banyak dimakan, bahkan habis. Rumput dengan kondisi demikian menjadi sulit untuk tumbuh lagi dengan baik. Padang gembalaan seperti halnya ladang pertanian juga harus dijaga keberlanjutannya untuk terus bisa menghasilkan pakan ternak-ternak tersebut. Indikasi penting lainnya bahwa penggembalaan bersama ini memberikan hasil lebih positif, adalah dari sejumlah penelitian yang dilakukan diberbagai lokasi di dunia bahwa dengan penggembalaan domba dengan sapi, kenaikan berat badan domba sekitar 10% daripada hanya penggembalaan domba saja dan kenaikkan berat badan sapi sekitar 25% dibandingkan hanya penggembalaan sapi saja. 
Peternakan lebah madu adalah usaha tambahan lainnya untuk meningkatkan optimalisasi pemanfaatan lahan dan membantu sejumlah penyerbukan pada berbagai tanaman. Ada banyak jenis lebah madu, pertimbangan memilih jenis lebah madu juga didasarkan pada teknik budidayanya dan hasil madunya. Lebah madu lokal pada umumnya lebih mudah dibudidayakan seperti genus Trigona (stingless bee). Wood pellet, domba, (plus sapi) dan madu adalah produk-produk integrasi kebun energi dengan peternakan domba-sapi dan lebah madu. Inilah peluang saat ini khususnya bagi muslimin untuk mendongkrak dan mengakselerasi pertumbuhan ekonominya dengan bersyirkah seperti hadist Nabi SAW diatas. Ketika bioeconomy di Eropa mentargetkan menggerakkan sektor ekonomi sebesar € 2 trilyun (34. 000 trilyun atau 17 kali APBN Indonesia) dan penyerapan 20 juta tenaga kerja, maka dengan luas Indonesia tidak terpaut jauh dengan luas Eropa maka bioeconomy Indonesia yang berada di daerah tropis berbasis integrasi kebun energi dan peternakan-peternakan tersebut juga seharusnya sangat besar.  Negeri Belanda yang luasnya kurang lebih seukuran Jawa Timur saja menargetkan 2.6-3 milyar Euro (sekitar 50 trilyun rupiah) dari sektor bioeconomy-nya. Tentu yang lebih penting dari itu semua adalah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT  sehingga berkah dari langit dan bumi akan dilimpahkan:
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96) 

Kamis, 15 Maret 2018

Pirolisis Biomasa dan Pembriketan di MENA

Kebutuhan arang khususnya arang briket sangat besar di MENA (Tmur Tengah dan Afrika Utara)  khususnya Arab Saudi. Hal ini karena konsumsi domba yang besar di kawasan tersebut dan menggunakan arang briket sebagai bahan bakarnya. Estimasi kebutuhan domba di Arab Saudi adalah 8 juta ekor/tahun dengan lebih dari 2 juta ekor (seperempatnya) pada musim haji. Masakan domba adalah favorit untuk daerah MENA sehingga diperkirakan lebih dari 20 juta ekor domba setiap tahunnya. Setiap Nabi pernah menjadi penggembala domba, sehingga daging domba adalah juga merupakan daging terbaik untuk konsumsi manusia.

Bahan baku berupa limbah biomasa kayu-kayuan yang banyak terdapat di daerah MENA, karena sejumlah pertanian yang dilakukan disana. Dengan populasi 84 juta phpn kurma atau 70% dari populasi dunia, potensi biomasanya diperkirakan 730.000 ton/tahun dengan 200.000 ton di Arab Saudi dan 300.000 ton di Mesir. Pelepah dan batang pohon kurma adalah bahan baku potensial untuk arang, hal ini karena nilai kaor yang tinggi dan kandungan abu rendah. Limbah dedaunan akan menghasilkan arang dengan nilai kalor yang rendah karena kandungan abunya tinggi. Selain itu limbah kayu-kayuan seperti yang batang kapas yang banyak terdapat di Mesir juga bisa menjadi bahan baku berkualitas untuk produksi arang. Kontribusi sektor pertanian di Mesir cukup tinggi yakni 13,4% sedangkan Arab Saudi hanya 3,2%. Dari kontribusi sebesar 13,4% tersebut budidaya tanaman kapas berkontribusi sekitar 5%.  


Setelah menjadi arang, supaya mudah dalam pengemasan, hemat dalam transportasi dan mudah dalam penggunaan maka arang tersebut dipadatkan menjadi briket. Briket bisa dibuat dengan berbagai bentuk sesuai keinginan, misalnya pillow, oval, hexagonal, cube, silinder maupun octagonal. Sedikit perekat dibutuhkan untuk pembuatan arang briket tersebut dan perekat yang digunakan yakni tepung tapioka karena tidak berbahaya dan tidak merusak cita rasa makanan. 

Pyrolysis kontinyu adalah teknologi terbaik untuk produksi arang tersebut. Dengan pyrolysis kontinyu maka kapasitas limbah biomasa yang diolah besar sehingga hasil arangnya juga besar dan prosesnya juga bisa cepat serta asapnya tidak mencemari lingkungan. Apabila menggunakan teknologi pyrolysis atau karbonisasi konversional atau batch maka selain prosesnya lama, kapasitas kecil juga pada umumnya menghasilkan polusi asap yang mengganggu. Dengan proses pyrolysis kontinyu akan dihasilkan juga produk samping berupa biooil, wood vinegar dan syngas. Syngas bisa dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan gas engine. Biooil bisa digunakan untuk bahan bakar boiler maupun bahan bakar kapal. Wood vinegar bisa digunakan untuk bipesticide atau pupuk organik cair.

Pyrolysis kontinyu akan menghasilkan banyak manfaat seperti disebutkan diatas. Pada pengembangan jangka panjang arang tersebut juga bisa digunakan untuk produksi arang aktif. Arang aktif banyak dibutuhkan sejumlah industri untuk berbagai proses pemurnian. Selain itu sejumlah industri yang awalnya menggunakan petcoke juga bisa beralih menggunakan arang tersebut. Bila ingin mendapatkan informasi lebih banyak silahkan email : eko.sbs@gmail.com

Minggu, 11 Maret 2018

Peningkatan Efisiensi Biomasa Untuk Ketercukupan Energi

Berbicara masalah perkebunan kelapa sawit, Indonesia jagonya, perkebunan kelapa, demikian juga, perkebunan karet, juga demikian. Tetapi berbicara ketercukupan (swasembada) energi, diversifikasi energi, ketahanan energi hingga peran bioenergi atau biopower rasanya masih sangat jauh untuk bisa dikatakan jagonya. Energi jelas termasuk sektor penting, setelah pangan. Telat berinovasi di sektor ini juga berpotensi negeri ini tidak berkembang bahkan dikuasai pihak asing. Sumber biomasa yang sangat banyak tersebut ternyata belum dimanfaatkan secara efisien dan optimal. ESDM mencatat baru kurang dari 2% biomasa digunakan. Peningkatan efisiensi itu saja sebenarnya sudah memberi kontribusi besar untuk ketercukupan energi. Masalah-masalah hari ini seperti kelangkaan gas LPG 3 kg dibeberapa lokasi sebenarnya juga bisa diatasi dengan peningkatan efisiensi tersebut. Masalah lingkungan global seperti perubahan iklim dan global warming juga bisa dimitigasi dengan biomasa karena merupakan bahan bakar karbon netral. Sedangkan ketika kebutuhan energi semakin besar, maka perlu menciptakan sumber-sumber energi baru yakni dengan kebun energi yang multipurpose
Perkebunan sawit Indonesia hari ini seluas 12 juta hektar dan nomor 1 di dunia. Tentu saja produksi biomasanya sangat besar. Ada dua kelompok sumber biomasa dari perkebunan sawit tersebut, yakni dari sisi perkebunan dan sisi pabrik pengolahannya. Pada sisi perkebunan, limbah berupa pelepah, batang dan daun sawit belum dimanfaatkan dan hanya ditumpuk di kebun hingga lapuk. Sedangkan dari sisi pabrik pengolahannya, yakni pabrik kelapa sawit atau produksi CPO, limbah biomasa berupa cangkang sawit, tandan kosong, serabut (mesocarp fiber) dan limbah cair. Semua limbah tersebut bisa dimanfaatkan untuk energi, hanya serabut dari daging buah (mesocarp fiber) telah habis sebagai bahan bakar pada operasional pabrik sawit (pembangkit listrik dan produksi steam). Biomasa yang keras dan sulit membusuk bisa diolah menjadi pellets dan briquette, sedangkan biomasa yang kaya bahan organik diolah dengan route biologi (fermentasi) untuk produksi biogas. 



Pabrik-pabrik pellet atau briquette bisa dibangun berdekatan dengan kebun maupun pabrik CPO atau berbasis raw material oriented. Apabila pabrik tersebut dibangun jauh dari bahan baku, maka biaya transportasi akan mahal karena bahan mentah tersebut mengambil volume yang besar (bulky). Kapasitas pabrik tersebut juga disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku, sehingga apabila pabrik tersebut menggunakan bahan baku dari limbah perkebunan sawit seperti pelepah dan batang. Perawatan kebun dengan membersihkan pelepah-pelepah sawit serta program penanaman kembali (replanting) yang menyisakan batang-batang sawit  (baca lebih detail pellet batang sawit disini dan disini)yang dilakukan secara periodik adalah sumber bahan baku untuk produksi pellet tersebut. Sedangkan pabrik pellet yang menggunakan bahan baku dari pabrik sawit, maka juga otomatis kapasitasnya menyesuaikan dengan pabrik sawit tersebut. Tandan kosong (EFB : Empty Fruit Bunch) adalah limbah padat yang dihasilkan pada operasi harian pabrik kelapa sawit yang bisa digunakan untuk produksi pellet tersebut. Sedangkan cangkang sawit (PKS : palm kernel shell) juga dihasilkan sebagai limbah padat pabrik kelapa sawit, tetapi karena ukuran dan properties-nya sudah mirip dengan wood pellet maka tidak perlu diolah menjadi pellet, cukup dibersihkan dari pengotornya dan digunakan untuk bahan bakar. Cangkang sawit inilah juga sebagai kompetitornya wood pellet, yang mayoritas hanya bisa diperoleh dari Indonesia dan Malaysia. Eropa dan negara-negara Amerika Utara (US dan Canada) tidak bisa menghasilkan cangkang sawit karena tidak ada perkebunan kelapa sawit disana.

Perbandingan Wood Pellet dan Cangkang Sawit (PKS)
Terakhir aspek pasar. Apapun produksinya, jika tidak ada pasar atau pembelinya, sama juga bohong. Pasar export juga sangat membutuhkan bahan bakar biomasa karena konsensus global untuk mengurangi CO2 di atmosfer yang banyak dijelaskan sebagai biang kerok perubahan iklim dan pemanasan global. Bahan bakar biomasa khususnya pellet dan cangkang sawit dikategorikan carbon neutral tetapi juga pengelolaannya harus berkelanjutan (sustainable). Tiap pellet tersebut juga memiliki pasarnya tersendiri, lebih detail bisa dibaca disini. Pasar dalam negeri juga perlu dibangun. Ketika produsen pellet bisa menyediakan pellet tersebut secara kontinyu berikut kompor masak maupun berbagai alat-alat konversi energinya, yang juga bagian mengedukasi pasar (untuk kondisi saat ini), maka secara bertahap penggunaan pellet semakin besar. InsyaAllah. Apalagi kondisi kelangkaan bahan bakar ykhususnya untuk rumah tangga di sejumlah daerah yang mengkhawatirkan juga akan menjadi daya dorong (driving force) atau motivasi produksi pellet tersebut. Dan bukan mustahil, Indonesia menjadi salah satu pemain utama biomass fuel dunia. Wallahu 'Alam. 

Kamis, 08 Maret 2018

Mencari Harta Terbaik Dari Implementasi Kebun Energi Bagian 5

“Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. ” (QS 16:10)

“Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.”(QS 20:54) 
Ada korelasi sangat positif antara pupuk organik kotoran ternak dengan produktivitas tanaman. Ketika peternakan terintegrasi dengan pertanian dan kehutanan, maka akan terjadi siklus tertutup berupa pemenuhan pupuk dan produktivitas tanaman. Dan begitu juga sebaliknya. Apabila pupuk khususnya pupuk organik tidak bisa dipenuhi, maka akibatnya pupuk anorganik yakni pupuk kimia yang akan menggantikan. Padahal dengan membuat siklus tertutup tersebut, maka akan mengeliminasi kebutuhan pupuk anorganik atau pupuk kimia tersebut. Selain menambah biaya, pemakaian pupuk kimia juga merusak atau meracuni tanah-tanah pertanian. Mata rantai atau integrasi peternakan dengan kehutanan, maupun dengan pertanian saat ini umumnya telah rusak dan terputus sehingga konsekuensinya ketergantungan pada pupuk kimia menjadi tinggi. Agroforestry dan peternakan khususnya penggembalaan domba itulah yang seharusnya dikembangkan, sehingga usaha tersebut akan optimal, ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable). 
Pada implementasi di kebun energi secara teknis domba-domba tersebut bisa langsung digembalakan pada kebun tersebut tetapi dengan memperhatikan usia pohon-pohon kebun energi sehingga prakteknya dibuat secara rotasi. Ketika pohon-pohon kebun energi telah cukup besar, maka domba-domba tersebut bisa dilepas dan digembalakkan di area tersebut, tetapi ketika pohon-pohon kebun energi masih kecil, maka domba tidak bisa digembalakkan di area tersebut, karena akan merusak pertumbuhan pohon-pohon tersebut. Teknik yang kedua adalah dengan membuat koloni domba diantara atau ditengah-tengah kebun energi tersebut. Pada area koloni domba tersebut selain tersedia kandang untuk dombanya juga tersedia area penggembalaan. Penggembalaan juga dibuat rotasi sesuai ketersediaan rumput atau pakan domba tersebut. Porsi rumput dari penggembalaan bisa dibuat rasio 50:50 dengan pakan hijauan, limbah kebun energi. Semua peternak juga tahu, khususnya peternak domba, bahwa pakan itulah bisa dikatakan komponen biaya utama usaha peternakan tersebut. Sehingga apabila pakan bisa dibuat semurah mungkin, maka otomatis margin keuntungan juga besar. Bayangkan jika pakan domba saja harus import dan mahal, padahal lahan untuk menggembala atau menumbuhkan rumput sangat luas, tentu ini suatu kebodohan. Kualitas pakan hijauan berupa rumput-rumputan dan dedaunan adalah pakan terbaik. Kandungan protein dari daun-daun leguminoceae pada kebun energi juga tinggi, sehingga menghasilkan pakan berkualitas tinggi dan konversi ke daging domba juga akan tinggi. 
Penggembalaan Rotasi (Rotational Grazing)
Rumput bisa tumbuh hampir dimana saja di Indonesia, karena beriklim tropis dan tanahnya subur. Kita tidak perlu susah-susah menanam rumput-rumput tersebut, bahkan pada banyak kasus membersihkan rumput malah menjadi masalah tersendiri. Di negara-negara yang kering seperti Mesir untuk mendapatkan rumput, maka petani perlu menanam dan merawatnya. Seharusnya kita bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat-nikmat tersebut. Pada kebun energi dan peternakan domba skala besar, faktor irigasi atau pengairan adalah hal sangat penting. Allah SWT menciptakan yang hidup dari air. Rumput-rumput juga akan mengeringkannya dan mati ketika tidak ada air, begitu pula pohon-pohon kebun energi-walaupun jenis pohon tersebut sangat efisien dalam penggunaan air. 
Kitab Al Filaha, Kitab Pertanian Fenomenal Zaman Kekhalifahan Umayyah di Andalusia
Yang Menjadi Rujukan Eropa Selama Berabad-Abad.
Sistem irigasi yang baik harus dibangun pada area tersebut dan  itu bukan pekerjaan yang sulit. Pada kekhalifanan Bani Umayyah di Andalusia saluran-saluran air telah dibangun bahkan dari sumber yang jauh dan bergunung-gunung, untuk mencukupi kebutuhan air kota tersebut, termasuk pertanian dan peternakan mereka. Curah hujan di Andalusia (Spanyol hari ini) juga rendah. 640 mm/tahun, sedangkan Indonesia rata-rata 2700 mm/tahun tetapi pertanian dan peternakan sangat maju, bahkan menjadi rujukan Eropa berabad-abad setelahnya. Peradaban Islam di Andalusia tersebut tidak hanya keindahan bangunan masjidnya, istananya, tata ruang perkotaan, sains, tetapi juga ekonomi dan kemakmurannya yakni pemenuhan pangannya dari pertanian dan peternakan mereka. Sejarah senantiasa berulang, dan kita bisa mengupayakannya dengan mengkaji peradaban Islam tersebut dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukungnya. Sedangkan di era kontemporer, kita bisa melihat Belanda dengan jaringan irigasinya telah mampu mendongkrak bioeconominya, baik sektor pangan, energi dan material. Bioeconomi berbasis pada hewan dan tumbuhan sebagai obyeknya, yang Allah SWT menciptakan dari air,: “…Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman ?” (QS 21: 30),  sehingga memenuhi kebutuhan air akan mengoptimalkan pertumbuhannya. Tidak ada kehidupan tanpa air. Bioeconomi di Eropa mentargetkan bisa menggerakkan perekonomian sebesar € 2 trilyun (sekitar 34.000 trilyun rupiah atau sekitar 17 kali APBN Indonesia) dengan menyerap 20 juta tenaga kerja.
Kapal Pengangkut Domba Dengan Kapasitas Hingga 40.000 ekor domba/shipment

Lalu bagaimana pasar daging dombanya ? Saat ini pasar terbesar domba adalah Arab Saudi, dengan estimasi 8 juta ekor/tahun atau seperempatnya (2 juta ekor) pada musim haji. Sementara untuk pasar dalam negeri permintaannya belum besar, kecuali saat Idhul Adha. Bagaimana meningkatkan konsumsi daging domba tersebut ? Untuk mengakselerasi peningkatan daging domba, lembaga-lembaga kemanusiaan bisa bekerjasama dengan peternakan domba tersebut. Inovasi bisa dibuat dengan cara daging-daging domba tersebut dimasak lalu dikalengkan sehingga tahun lama. Produk makanan siap saji yang dikalengkan sebelumnya juga sudah beredar dipasaran seperti gudeg Jogja, mangut lele, rendang, sayur lombok ijo dan sebagainya, sehingga juga sangat memungkinkan untuk olahan daging domba seperti tongseng, gule bahkan sate. Saat ini jika lembaga-lembaga kemanusiaan menyumbangkan bahan makanan ke saudara-saudara kita korban-korban daerah konflik seperti Palestina, Suriah, Afganistan dan Rohingnya, maka daging kalengan domba seharusnya menjadi bagian dari paket tersebut. Jangan malah memprioritaskan mie instan, yang bahan bakunya saja sudah import dan juga importirnya sangat sedikit (monopoli/oligopoli). Selain itu daging domba kalengan siap saji tersebut juga dipasarkan di outlet-outlet dalam negeri sehingga minat konsumsi daging domba terus meningkat khususnya kalangan muslim yang mayoritas di negeri ini. 
Selain produktivitas agroforestry yang meningkat dan berkualitas, sektor industri lain yang diuntungkan dengan berkembangnya peternakan domba tersebut adalah industri kulit dan industri tekstil. Domba-domba yang disembelih di Indonesia, maka kulit dan bulunya akan menjadi bahan baku industri kulit dan industri tekstil. Jacket, dompet, tas dan gantungan kunci adalah beberapa produk dari industri kulit berbasis kulit domba. Selanjutnya benang wool yang selama ini sebagian besar import maka bisa dikurangi bahkan dieliminasi dengan massifnya peternakan domba dan kebun energi tersebut. Alangkah indahnya bila sunnah Nabi penggembalaan domba bisa diimplementasikan, apalagi perkebunan lain seperti perkebunan kelapa sawit 12 juta hektar; kelapa 3,7 juta hektar; karet 3,4 juta hektar dan sebagainya yang sangat potensial untuk usaha peternakan domba tersebut. Ketika iman takwa semakin terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari sehingga suku bunga bank bisa  dihilangkan atau 0%, maka harta menjadi berkah, gairah untuk berbisnis dan daya saing semakin besar dan konsep-konsep inovatif untuk kebaikan bisa segera direalisasikan. Dan ketika perekonomian dikuasai dan digerakkan oleh orang -orang sholeh maka kebaikan akan tersebar luas diberbagai penjuru dunia. InsyaAllah. 

Sabtu, 03 Maret 2018

Export Wood Pellet : Ke Jepang atau Korea?

Aspek pasar adalah faktor penting bagi suatu produksi, tidak terkecuali wood pellet. Pengenalan terhadap karakteristik pasar yang baik, juga akan menentukan suksesnya pemasaran produk tersebut. Korea dan Jepang adalah dua pasar wood pellet terbesar saat ini, sehingga sejumlah produsen yang berorientasi eksport berusaha mengisi pasar tersebut. Pasar wood pellet untuk Eropa umumnya belum menjadi prioritas, hal ini karena diperlukan kapasitas besar untuk pengiriman ke sana misalnya 40.000 - 60.000 ton/shipment, yang ini belum bisa dipenuhi produsen wood pellet di Indonesia karena kapasitas produksinya masih kecil. Pengiriman wood pellet ke Korea dan Jepang dari Indonesia, hampir semua juga masih menggunakan kontainer, karena volumenya belum besar.

Apa perbedaan pasar wood pellet antara Jepang dan Korea? Lalu, mengapa produsen wood pellet Indonesia perlu mempertimbangkan hal tersebut? Penggunaan wood pellet untuk pembangkit listrik baik Jepang dan Korea adalah policy driven, yakni Renewable Portofolio Standard (RPS) di Korea dan Feed in Tariff (FIT) di Jepang. Tetapi juga bagaimana mekanisme menyuplai wood pellet di kedua negara tersebut berbeda. Pembeli-pembeli Jepang lebih memilih kontrak jangka panjang dengan harga yang pasti, produsen wood pellet juga masuk sustainability criteria (misalnya dibuktikan dengan FSC), forest management practice yang baik dan kondisi makro ekonomi yang stabil. Sedangkan pembeli-pembeli Korea lebih memilih harga wood pellet yang murah di "open market" dengan kontrak jangka pendek. 
Menghadapi kondisi pasar diatas tentu juga berbeda menyikapinya. Pasar Korea dirasa lebih mudah dan senantiasa harga mengikuti pasar, tetapi dengan kondisi ini produsen wood pellet berlomba-lomba meningkatkan efisiensinya sehingga harga jual pelletnya bisa murah dan diterima oleh pasar Korea. Hal ini terbukti dari produsen-produsen wood pellet di Vietnam, yakni dengan strategi harga murah terbukti menjadi supplier utama wood pellet di Korea. Tetapi seiring keterbatasan bahan baku dan naiknya harga minyak bumi, maka harga akan terkoreksi dengan kondisi tersebut. Sedangkan untuk pasar Jepang menuntut kajian mendalam dan persiapan yang sangat matang, sehingga hanya produsen-produsen besar yang bisa melakukannya. Harga tetap, kontrak panjang dan volume besar juga beresiko menimbulkan kerugian bagi produsen, jika terjadi inflasi di negara produsen karena kebijakan feed in tariff (FIT) diset untuk jangka waktu 20 tahun.Hal ini juga perlu diantisipasi oleh produsen wood pellet jika ingin masuk ke pasar Jepang.  

Bahan bakar biomasa mendapat porsi 4,3% di Jepang pada proyeksi energi 2030 mereka. Ini berarti biomasa terhitung sebesar 4,3% dari 245 juta MW pertahun dengan energi terbarukan atau sekitar 6.000 MW dari biomasa. Untuk mencapai kapasitas tersebut dibutuhkan kurang lebih 22,2 juta ton wood pellet per tahun. Saat ini sebagian besar wood pellet yang diimport Jepang berasal dari Kanada. Dari 374.000 ton wood pellet yang diimport Jepang pada tahun 2016, sekitar 75% berasal dari Kanada. Sedangkan tahun 2017, wood pellet yang diimport dari Kanada turun menjadi sekitar 65%, selanjutnya Vietnam mengisi cukup banyak pada tahun tersebut, selanjutnya diikuti China. Kanada mencoba terus mempertahankan market share-nya di Jepang karena merasa mampu untuk memenuhi syarat-syaratnya. Kontrak panjang selama 20 tahun dalam mekanisme FIT juga dianggap lebih menarik dibandingkan kontrak menengah supply Kanada ke Eropa, seperti dengan Drax di Inggris selama 11 tahun, misalnya pada tahun 2020 mereka mulai kontrak maka pada tahun 2040 kontrak baru berakhir atau Jepang menjadi offtaker produk wood pellet selama 20 tahun. Selain itu faktor bisnis kayu dan olahannya dari Kanada yang sudah berjalan lama sebelumnya juga digunakan untuk memperkuat market share wood pellet di Jepang. Dilain pihak export wood pellet Indonesia ke Jepang juga masih sangat kecil. 
Sebagian besar wood pellet Indonesia di export ke Korea, yang diperkirakan menurut Global Trade Atlas Data sejumlah 63.000 ton pada 2014 dan naik turun sedikit menjadi 61.500 ton pada 2015. Sejak menerapkan RPS  (Renewable Portofolio Standard)  tahun 2012 Korea berkomitmen untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan khususnya biomasa dan lebih khusus lagi wood pellet pada sektor energinya. Berdasar RPS tersebut Korea mensyaratkan PLTU batubara untuk minimum menggunakan 2% energi terbarukan pada 2012, dengan peningkatan 0,5% /tahun sampai 2020.  Pada tahun 2020 mereka akan membutuhkan minimum 10% energi terbarukan dengan komposisi diharapkan 60% energi terbarukan berasal dari biomasa kayu, sedangkan 40% sisanya dari sumber lain dan diestimasi wood pellet akan lebih dari 10 juta ton.Mengapa sebagian besar wood pellet produksi Indonesia diexport ke Korea? Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, yakni persyaratan export wood pellet ke Korea tidak seketat (strict) Jepang, sebagian besar produsen wood pellet Indonesia memiliki kapasitas kecil dengan bahan baku terbatas sehingga lebih cocok untuk kontrak jangka pendek dan harga yang ditawarkan produsen wood pellet Indonesia bisa bersaing dengan produsen lainnya seperti Vietnam, Thailand dan Malaysia. Wood pellet pada dasarnya suatu produk baru untuk sektor energi, sehingga masalah harga dinamis di "open market" atau pasaran internasional, selain faktor supply-demand juga harga energi pada umumnya sangat berpengaruh khususnya minyak bumi. 
Photo diambil dari sini
Indonesia walaupun saat ini masih belum mempunyai market share yang besar atau belum di perhitungkan pada sektor tersebut tetapi potensinya sangat besar. Faktor iklim tropis, tanah luas dan subur adalah modal dasar yang luar biasa untuk menjadi produsen biomasa. Selain itu dengan lokasi yang lebih dekat dengan pasar atau negara pengguna dibanding Kanada, maka itu juga suatu keunggulan tersendiri. Apabila tingkat suku bunga deposito Indonesia dihilangkan atau minimal dikurangi, maka tingkat gairah berbisnis juga menjadi daya dorong luar biasa. Jangan sampai penerapan bunga deposito tinggi tersebut menjadi bumerang, yang menjadi malapetaka salah satunya telat dalam berinovasi pada era bioeconomy padahal sumber daya berlimpah. Beberapa produsen wood pellet Indonesia seperti South Pacific di Jepara dan Singpellet di Sumatera Barat juga memiliki konsep kebun energi untuk produksi wood pellet dengan tanaman rotasi cepat (Short Rotation Coppice /SRC). Produksi wood pellet dari kebun energi adalah skenario terbaik untuk memasuki/penetrasi pasar wood pellet Jepang dan Korea. Untuk merancang produksi wood pellet kapasitas besar dari kebun energi bisa dibaca disini. Model bioeconomy muslim dengan integrasi produksi wood pellet dari kebun energi, peternakan domba yang merupakan harta terbaik muslim dan peternakan lebah madu, akan unggul dan menjadi pemain utama di era bioeconomy. InsyaAllah. China diprediksi juga akan menjadi pasar wood pellet besar, ulasan tentang akan kami tulis lain waktu. InsyaAllah

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...