Minggu, 21 April 2019

Kebun Energi Untuk Reklamasi Tambang Batubara


Indonesia sebagai salah satu penghasil batubara terbesar di dunia, ternyata menyisakan masalah lingkungan pada aktivitas penambangannya. Diperkirakan sekitar 8 juta hektar atau sekitar 3/4 luas perkebunan kelapa sawit Indonesia merupakan lubang bekas tambang batubara tersebut. Lubang-lubang tersebut menjadi semacam danau yang juga sering memakan korban. Peraturan yang berlaku adalah mereklamasi lubang tersebut yakni dengan mengembalikan tanah yang digali setelah diambil atau diekstrak deposit batubaranya. Prakteknya memang masih sangat sedikit yang melakukan hal ini sehingga lubang-lubang seperti danau masih bertebaran dimana-mana. Dari yang sangat sedikit tersebut, juga sebagian besar hanya melakukan secara simbolis semata, artinya penghijauan kembali lahan reklamasi hanya dilakukan di area tertentu saja.

Kebun energi dengan tanaman rotasi cepat dan kelompok leguminoceae seperti kaliandra dan gliricidae adalah solusi jitu untuk mengurangi dampak lingkungan tersebut. Setelah direklamasi kebun energi bisa dibuat dalam area bekas lubang batubara tersebut. Dengan luasan ribuan hingga jutaan hektar, maka produksi kayu dari kebun energi juga akan besar jumlahnya. Kayu tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber energi juga. Perusahaan batubara pada dasarnya adalah perusahaan energi, sehingga akan sejalan apabila juga menghasilkan kayu sebagai sumber energi juga. Bedanya kayu dari kebun energi tersebut merupakan energi terbarukan, merupakan bahan bakar karbon netral dan berkelanjutan (sustainable). Reklamasi dengan kebun energi juga memberi citra positif bagi perusahaan tersebut. Supaya memberi nilai tambah yang tinggi maka kayu tersebut bisa diolah menjadi wood chip atau wood pellet.
Mengapa tanaman rotasi cepat dari kelompok leguminoceae seperti kaliandra atau gliricidae dipilih sebagai tanaman kebun energi? Hal tersebut karena sejumlah keunggulan tanaman tersebut antara lain merupakan tanaman perintis dan sangat mudah tumbuh, mudah dalam perawatan, bisa dipanen cepat dan dengan akar yang bersimbiosis dengan azetobacter sehingga mampu mengikat nitrogen dari atmosfer untuk meningkatkan kesuburan tanah. Kondisi lahan reklamasi yang kurang subur bisa diperbaiki juga dengan kebun energi tersebut. Posisi Indonesia yang berada di katulistiwa juga sangat mendukung untuk produksi dan penggunaan energi dari biomasa khususnya kebun energi. Banyaknya terjadi mendung karena negara kepulauan membuat penggunaan energi matahari solar panel kurang sesuai diterapkan di Indonesia, untuk lebih detail bisa dibaca disini.
Penggunaan energi terbarukan secara bertahap mulai menggantikan energi fossil. Energi terbarukan khususnya biomasa adalah energi ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable). Pembangkit listrik batubara juga bisa secara bertahap menggunakan biomasa sebagai bahan bakarnya yakni dengan cara cofiring. Cofiring adalah cara termudah dan termurah bagi pembangkit listrik batubara menuju pembangkit listrik biomasa. Dengan cara tersebut otomatis limbah fly ash juga akan berkurang. Konversi hingga 100% biomass atau full firing adalah target untuk pembangkit listrik batubara tersebut. Selain itu pembangkit listrik juga tidak harus tersentralisasi dengan kapasitas besar misalnya ratusan MW atau ribuan MW tetapi lebih tersebar dengan kapasitas kecil hingga menengah dengan bahan bakar biomasa khususnya yang diusahakan secara intensif dengan kebun energi yang bisa dibuat diberbagai pelosok nusantara. Teknologi gasifikasi dan fluidized bed adalah sejumlah teknologi yang bisa digunakan untuk pembangkit listrik skala kecil dan menengah dan menggunakan biomasa kayu sebagai bahan bakarnya. Bahkan tidak mustahil pembangkit listrik itu hanya seukuran kulkas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...