Sabtu, 27 April 2019

Biomasa : The Sexy Savior

Photo dari sini
Ditinjau dari aspek lingkungan biomasa adalah sumber energi carbon neutral, hal ini berbeda dengan bahan bakar fossil khususnya batubara yang merupakan sumber energi carbon positif. Semakin banyak batubara dikonsumsi (dibakar) untuk sumber energi maka semakin tinggi konsentrasi gas rumah kaca yakni CO2 di atmosfer. Semakin tinggi konsentrasi gas CO2 di atmosfer berarti meningkatkan suhu bumi yang menyebabkan terjadinya fenomena perubahan iklim dan pemanasan global. Menurut data observatorium Mauna Loa, Hawaii, konsentrasi CO2 di atmosfer telah mencapai lebih dari 400 ppm dan itu masuk dalam kondisi bahaya bagi lingkungan. Sebagai suatu masalah global tentu pendekatan global yang dilakukan untuk penyelesaian masalah tersebut seperti konferensi iklim yang dilakukan setiap tahunnya, yang 2018 kemarin atau ke 25 dilakukan di Katowice, Polandia.
Indonesia sebagai negara tropis lebih cocok mengembangkan biomasa sebagai sumber energinya dibandingkan energi matahari. Mengapa demikian?  Untuk lebih detail bisa dibaca disini. Selain itu posisi di khatulistiwa juga berpotensi besar sebagai produsen terbesar biomasa, lebih detail bisa dibaca disini. Limbah-limbah pertanian, peternakan dan kehutananan adalah salah satu sumber biomasa tersebut. Limbah pertanian seperti sekam padi, tandan kosong kelapa sawit, sabut kelapa, tongkol jagung dan sebagainya juga sangat besar jumlahnya. Tetapi bisa juga diusahakan secara khusus yakni dengan membuat kebun energi. Ada jutaan hektar lahan tersedia yang bisa digunakan untuk kebun energi tersebut. Lubang tambang batubara yang mencapai 8 juta hektar apabila direklamasi juga potensial untuk pengembangan kebun energi tersebut, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Dengan pengembangan kebun energi maka selain mendapatkan energi juga bisa sebagai sarana konservasi air dan produksi daging dengan mengintegrasikan dengan perternakan seperti domba atau sapi. Tidak hanya itu produksi madu dengan peternakan lebah yang memanfaatkan bunga-bunga dari kebun energi juga sangat potensial. Untuk lebih detail juga bisa dibaca disini. Potensi energi biomasa di Indonesia juga sangat besar yakni menurut ESDM apabila dikonversi ke listrik mencapai kurang lebih 50 GW tetapi yang dimanfaatkan baru sekitar 3%.
Secara teknis bahan bakar biomasa juga memiliki banyak keunggulan seperti tidak terjadi masalah fly ash, kandungan sulfur sangat kecil dan abunya bukan B3 malah bisa digunakan untuk pupuk tanaman. Pemanfaatan biomasa sebagai sumber energi juga bukan sesuatu hal baru, bahkan sebelum batubara digunakan secara masif bahan bakar biomasa adalah sumber energi utama, untuk lebih detail bisa dibaca disini dan disini. Bukan itu saja, bahkan Uni Eropa telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendorong pemakaian energi terbarukan secara massif seperti target 20-20-20 atau RED (Renewable Energy Directive) I yakni peningkatan efisiensi penggunaan energi ditingkatkan sebanyak 20%, pemakaian energi terbarukan mencapai 20% dan targetnya telah diaplikasikan pada 2020. Dari 20% energi terbarukan tersebut 80% diantaranya adalah energi biomasa. Dan karena target tersebut hampir berakhir waktunya, mereka menyiapkan penggantinya yakni RED II dengan porsi energi terbarukan meningkat hampir 1/3 -nya dengan target waktu 2030 dan porsi energi biomasa juga tetap mencapai sekitar 80%. Contoh lain adalah Jepang yakni sejak terjadi kecelakaan dengan PLTN Fukhushima tahun 2011 selanjutnya energi biomasa menjadi salah satu sumber energi utama penggantinya di negara tersebut. Energi biomasa memang memiliki keunggulan dalam pemanfaatannya karena tidak terpengaruh cuaca seperti halnya energi angin dan air. Dan yang lebih penting pengembangan energi biomasa sejalan dengan Al Qur'an untuk lebih detail bisa dibaca disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi Transisi Energi Berkeadilan

Seorang muslim dari Amerika Serikat (AS) yang juga merupakan aktivis lingkungan, Ibrahim Abdul Matin (2012), dalam bukunya Green Deen : What...