Senin, 30 Maret 2020

Bahan Bakar Biomasa dan Wabah Korona


Sebenarnya virus corona sudah ditemukan sejak tahun 1960. 10%-30% virus dari jenis ini yang menyebabkan batuk pilek (common cold) pada orang-orang. Sebenarnya SARS dan MERS-CoV juga berasal dari jenis coronavirus. Dan di akhir Desember 2019, muncul virus corona baru (nCoV atau novell (baru) Corona Virus) yang awalnya disebut SARS-CoV-2 yang kemudian penyakitnya disepakati bernama Covid-19 (akronim dari coronavirus disease 2019) oleh WHO. SARS-CoV-2 ini menjadi pandemi (menyebar di seluruh dunia) karena sangat mudah menular dan masih banyak diremehkan. Dengan gejala ringan banyak yang tidak sadar bahwa mereka telah terinfeksi dan masih tetap berkeliaran seperti biasa. Hal tersebut membuat rantai penularan virus ini terus memanjang sehingga sulit untuk diatasi. Berbeda halnya apabila virus tersebut menyebabkan gejala kesakitan berat seperti MERS-CoV dengan angka kematian 34%. Ketika terinfeksi MERS-CoV, orang sadar dia sakit, akhirnya dia pergi ke rumah sakit, dia langsung diisolasi, kemudian protokol contact tracing jalan, jadi virusnya lebih mudah dihentikan transmisinya.  Itu latar belakang mengapa MERS-CoV akhirnya cuma jadi EPIDEMI (wabah yang terbatas di wilayah atau benua tertentu saja), tidak sampai PANDEMI.
Dalam rangka memutus rantai persebaran virus korona sejumlah upaya dilakukan, yang intinya meminimalisir bahkan meniadakan kontak sama antar individu. Jika sebelumnya orang-orang berbondong-bondong pergi ke tempat kerja atau mengadakan pertemuan-pertemuan, maka aktivitas tersebut menjadi terlarang. Bekerja di rumah dan tidak keluar rumah selama masa wabah melanda menjadi himbauan bahkan perintah wajib di sejumlah daerah. Kebutuhan rumah tangga masa tersebut meningkat pesat, seperti bahan pangan, kebutuhan kebersihan badan, deterjen pakaian, listrik dan sebagainya. Sejumlah industri di Indonesia sebelumnya telah beralih menggunakan biomasa seperti cangkang sawit terutama karena alasan ekonomi, sehingga industri yang terkait pemenuhan kebutuhan rumah tangga juga semakin meningkat penggunaan bahan bakar biomasanya. Untuk level global penggunaan biomasa sebagai bahan bakar seperti wood pellet dan cangkang sawit (palm kernel shell) untuk pembangkit listrik maupun pemanas ruangan sepertinya tidak akan banyak terpengaruh sehingga menyebabkan penurunan permintaan. Hal ini karena  kebijakan negara-negara tersebut dalam memberikan insentif maupun subsidi melalui sidang parlemen dengan pertimbangan matang. Faktor murahnya harga minyak bumi sebagai bahan bakar fossil yang masih mendominasi saat ini juga belum terlihat berpengaruh terhadap permintaan energi terbarukan khususnya bahan bakar biomasa.
Kondisi ketidakpastian terkait wabah masih terus membayangi. Islam memiliki solusi jitu untuk mengatasi masalah wabah yang bersumber dari hadist shahih Nabi SAW, yakni lockdown (karantina wilayah). Dalam hadist tersebut Nabi Muhammad SAW bersabda, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari).  Lockdown saat ini sudah diterapkan di sejumlah negara sehingga diharapkan wabah virus tersebut bisa segera diatasi. Ribuan trilyun rupiah biaya telah dihabiskan untuk mengatasi masalah ini. Sektor ekonomi pasti akan terganggu, tetapi nyawa manusia jauh lebih penting. Ekonomi bisa dibangun lagi, tetapi nyawa manusia tidak tergantikan. Begitulah seharusnya paradigma berpikir untuk mengatasi masalah ini.

Minggu, 29 Maret 2020

Mandiri Energi Dengan Pirolisis

Suatu masyarakat bahkan yang berada di daerah terpencil pun bisa mandiri energi asalkan ada sumber energi di daerah tersebut. Sumber energi biomasa dari tumbuh-tumbuhan adalah sumber energi yang hampir bisa didapatkan dimana saja. Tanaman tersebut bisa ditanam untuk sebagai sumber bahan baku untuk produksi energi yang dibutuhkan tersebut. Energi panas dan listrik adalah energi yang sangat dibutuhkan, selain energi atau bahan bakar untuk kendaraan sebagai alat transportasi. Energi panas terutama dibutuhkan untuk memasak sedangkan energi listrik untuk berbagai keperluan dalam kehidupan. Pirolisis adalah teknologi yang bisa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan energi seperti di atas. Diagram dibawah ini menjelaskan penerapan pirolisis memenuhi kebutuhan energi tersebut :

Arang adalah bahan bakar padat produk dari pirolisis. Walaupun bahan bakar padat seperti arang, tidak sepraktis dan semudah bahan bakar gas tetapi penggunaan arang untuk bahan bakar memasak memiliki banyak keunggulan antara lain aman karena tidak akan meledak, tidak berasap, tidak berbau, memiliki nilai kalori tinggi dan merupakan bahan bakar ramah lingkungan. Sedangkan kayu bakar selain banyak menimbulkan asap, berbau, nilai kalori rendah juga mengganggu kesehatan. Saat ini juga banyak negara-negara di Afrika yang menggunakan arang untuk bahan bakar memasak. Untuk lebih memudahkan dalam penggunaan dan penyimpanan, arang tersebut bisa dibuat briket. Sedangkan bahan bakar untuk kendaraan seperti minyak solar dan bensin bisa dihasilkan dari biooil. Kendaraan-kendaraan untuk transportasi bisa beroperasi dengan adanya bahan bakar tersebut. Ketersediaan minyak bumi di Indonesia yang diperkirakan tinggal 10 tahun lagi, perlu antisipasi dan persiapan sejak saat ini. Murahnya harga minyak bumi saat ini membuat export minyak bumi menjadi kurang menarik, apalagi untuk Indonesia yang saat ini merupakan nett importer minyak bumi.
Kompor arang yang banyak digunakan di Afrika
Pada era ke depan ketika kendaraan listrik banyak digunakan maka produksi listrik khususnya untuk charging baterai lebih diprioritaskan. Sumber energi untuk mobil listrik sebagai kendaraan yang ramah lingkungan seharusnya juga dari sumber energi terbarukan, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Biomasa adalah sumber energi carbon neutral sehingga tidak menambah konsentrasi CO2 atau gas rumah kaca di atmosfer. Biomasa kayu-kayuan (woody biomass) dari kebun energi adalah bahan baku ideal untuk umpan pirolisis tersebut. Kebun energi multipurpose adalah kebun energi terbaik untuk hal tersebut, sehingga selain produksi bisa terus berkelanjutan (sustainable), juga memberikan manfaat lain, untuk lebih detail tentang kebun energi multipurpose bisa dibaca disini. Daerah-daerah terpencil khususnya yang memiliki tanah luas akan sangat potensial untuk mengembangkan kebun energi tersebut, sehingga suatu komunitas atau kawasan yang mandiri energi benar-benar bisa terbentuk dan berkelanjutan. Daerah-daerah di area perkebunan sawit juga bisa memanfaatkan limbah biomasa dari pabrik sawit dan perkebunannya seperti tandan kosong sawit, pelepah, dan sebagainya untuk umpan pirolisis tersebut. Indonesia adalah pemilik perkebunan sawit terluas di dunia dengan luas sekitar 13 juta hektar dan 1000 pabrik kelapa sawit.

Sabtu, 14 Maret 2020

Business Model Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit Untuk Memaksimalkan Keuntungan Industri Sawit

Tandan kosong kelapa sawit (tankos sawit) atau EFB (empty fruit bunch) masih menjadi masalah lingkungan pabrik sawit pada umumnya. Skenario pemanfaatan tankos sawit yang menjadi tujuan seharusnya adalah yang bisa mengatasi lingkungan dengan baik dan memberi keuntungan secara ekonomi. Mengatasi masalah lingkungan jelas menjadi prioritas utama dan wajib terpenuhi, tetapi skenario pemanfaatan tankos terbaik seharusnya juga memberi keuntungan atau kemanfaatan lingkungan, baik jangka pendek bahkan untuk jangka panjang. Begitu juga untuk keuntungan ekonomi, seharusnya keuntungan ekonomi juga didapat sejalan dengan manfaat lingkungan tersebut, bukan kontraproduktif. Itulah kaidah skenario terbaik pemanfaatan tandan kosong sawit yang saat ini umumnya masih menjadi problem.
Perkebunan kelapa sawit merupakan basis produksi untuk pabrik kelapa sawit, baik pabrik CPO dan pabrik PKO. Tanpa buah sawit yang dihasilkan dari kebun sawitnya, maka pabrik sawit tidak akan bisa berproduksi. Operasional perkebunan sawit memang bukan hal yang mudah dan murah. Hal ini terutama faktor kebutuhan pupuk yang besar, sehingga mencapai sekitar 60% bagi operasional perkebunan sawit itu sendiri atau dengan luas perkebunan sawit 20.000 hektar maka kebutuhan biaya mencapai lebih dari 70 milyar rupiah, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Faktor untuk mengurangi biaya pupuk dan tetap mempertahankan produktivitas buah sawit atau tandan buah segar bahkan meningkatkannya adalah target utama pemanfaatan atau pengolahan tankos sawit tersebut. Apabila biaya perkebunan sawit bisa dikurangi, maka semakin besar keuntungan yang didapat. Biochar adalah produk pengolahan tankos sawit yang bisa digunakan mengurangi kebutuhan pupuk pada perkebunan sawit tersebut. Produksi biochar dengan menggunakan pirolisis seperti skema dibawah ini.

Pada proses pirolisis selain dihasilkan produk utama berupa biochar, juga dihasilkan biooil dan syngas. Biooil dan syngas tersebut selanjutnya digunakan bahan bakar generator untuk menghasilkan listrik. Pada pabrik sawit atau pabrik CPO juga umumnya banyak ditemui limbah fiber. Limbah fiber tersebut sering hanya ditumpuk dan tidak pernah dimanfaatkan sehingga cenderung mencemari lingkungan. Padahal fiber tersebut bisa dibuat pellet untuk dieksport dan menjadi bahan bakar pembangkit listrik. Selain itu saat ini jutaan hektar kebun sawit tua di Indonesia butuh untuk segera diremajakan kembali (replanting). Jutaan ton batang sawit tua tersebut juga potensial untuk produksi pellet. Apabila batang sawit tua hanya ditinggalkan dikebun sehingga lapuk dan membusuk, maka hal tersebut malah akan menjadi media lava dan selanjutnya menjadi kumbang yang malah mengganggu perkebunan sawit yang produktif demikian juga perkebunan lain, untuk lebih detail dibaca disini. Produksi pellet dari fiber maupun batang sawit tersebut membutuhkan listrik dan ini bisa disuplai dari pirolisis tandan kosong sawit seperti skema diatas. Walaupun pabrik kelapa sawit juga menghasilkan listrik tetapi umumnya hanya untuk keperluan produksi CPO sehingga tidak cukup untuk produksi fibre pellet maupun pellet batang sawit (OPT pellet).

Selasa, 03 Maret 2020

Pabrik Dessicated Coconut dan Pirolisis Kontinyu

Ada sekitar 20 pabrik dessicated coconut (kelapa parut kering) yang beroperasi di Indonesia atau diperkirakan lebih dari 100 unit di seluruh dunia. Dengan kapasitas rata-rata 2 ton/jam pabrik dessicated coconut tersebut membutuhkan kurang lebih 16.200 butir kelapa setiap jamnya. Produk samping yang dihasilkan yakni tempurung dan air kelapa. Tempurung kelapa yang dihasilkan sekitar 6 ton/jam dan air kelapa 4,2 ton/jam. Pabrik dessicated coconut membutuhkan listrik dan panas untuk sterilisasi daging buah dan pengeringan kelapa parutnya. Energi berupa listrik dan panas tersebut bisa dipenuhi dari pemanfaatan tempurung kelapanya.
Ada beberapa teknologi untuk memanfaatkan tempurung kelapa tersebut sehingga diperoleh produk berupa energi listrik dan panas tersebut. Teknologi yang populer saat ini adalah dengan boiler steam turbine, dengan teknologi ini tempurung kelapa dibakar dalam tungku pembakaran dan memanaskan air dalam boiler sehingga menghasilkan kukus (steam) untuk menggerakan turbine dan selanjutnya menghasilkan listrik melalui generator. Teknologi seperti ini sama seperti pada pabrik kelapa sawit. Pada pabrik kelapa sawit sabut (fiber) dan sebagian cangkangnya digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik dan kukus (steam) tersebut juga digunakan untuk sterilisasi tandan buah segar sebelum diproses menjadi minyak.
Teknologi lain yang lebih baik adalah dengan pirolisis kontinyu. Hal tersebut selain menghasilkan listrik dan panas juga menghasilkan produk berupa arang. Arang tempurung kelapa adalah arang berkualitas tinggi dan banyak dibutuhkan sejumlah industri seperti industri arang briket dan arang aktif (activated carbon). Pada teknologi pirolisis tempurung tersebut tidak dibakar secara langsung, tetapi dipanasi dalam kondisi hampa udara. Produk pirolisis berupa syngas dan biooil digunakan untuk produksi listrik dan bisa juga panas, energi panas juga dihasilkan dari proses pirolisis itu sendiri yang eksotermis, sedangkan arang menjadi produk utama dari proses pirolisis tersebut. 

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...