Tampilkan postingan dengan label peternakan lebah madu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label peternakan lebah madu. Tampilkan semua postingan

Rabu, 13 November 2024

Madu Kaliandra dari Kebun Energi Kaliandra

Madu kaliandra bisa dikatakan salah satu madu terbak di dunia. Kualitas dan cita rasa madu kaliandra di atas madu-madu lainnya seperti madu karet, madu akasia dan madu randu. Tetapi ternyata produksi madu kaliandra juga tidak semudah madu-madu lainnya. Sejumlah hal perlu diupayakan sehingga target untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas madu kaliandra tersebut bisa tercapai termasuk adalah rekayasa atau pengkayaan tanaman kebun energi dan pemilihan spesies lebah madu yang sesuai. Hal ini lah mengapa sebelum menanam kaliandra di kebun energi tersebut perlu berdiskusi dulu dengan ahli peternakan lebah madu, jika memang kebun energi juga akan memproduksi madu sebagai produk samping atau tambahan, disamping produk utama berupa wood pellet dari kayunya. Pembuatan rekayasa atau pengkayaan tanaman kebun energi tersebut jauh lebih mudah sebelum kegiatan penanaman dilakukan daripada nanti setelah kebun energi tersebut telah jadi atau berproduksi.

Faktor-faktor yang memenuhi keberlanjutan suatu peternakan atau koloni lebah adalah hal penting yang harus dipenuhi oleh peternak lebah atau produsen madu. Faktor-faktor tersebut meliputi ketersediaan nektar, pollen, resin dan air (disingkat : neporea). Keseimbangan faktor-faktor tersebut perlu dibuat untuk menjaga keberlanjutan dan juga optimalisasi produksi madu dari peternakan lebah madu tersebut. Tentu secara spesifik kebutuhan setiap faktor tersebut juga sangat terkait dengan jenis spesies lebah yang dibudidayakan. Sebagai contoh untuk ketersediaan pollen berlimpah tapi sumber nektar minim maka produksi madu juga akan minim, ataupun juga sebaliknya, sumber nektar berlimpah tapi sumber pollen minim, maka produksi madu berlimpah tetapi koloni lebahnya akan semakin menyusut atau berkurang bahkan punah, artinya tidak terjadi keberlanjutan. Spesies lebah tertentu seperti keluarga trigona bahkan membutuhkan sumber resin lebih banyak dibanding spesies lebah madu lainnya. Pollen adalah sumber protein bagi lebah sehingga sangat vital bagi kehidupan koloni lebah tersebut. Kaliandra adalah sumber nektar, sehingga tidak memadai apabila hanya mengandalkan sumber pakan dari satu spesies tanaman saja. 

 

Dengan memaksimalkan potensi kebun, artinya tidak hanya mengolah kayunya saja maka akan didapat keuntungan yang maksimal. Dengan kualitas madu kaliandra yang begitu tinggi, sayang apabila tidak dimanfaatkan. Produksi madu kaliandra bahkan akan memberi tambahan keuntungan yang significant karena diperkirakan dapat menghasilkan 1 ton madu per tahun dari 1 hektar tegakkan kaliandra. Dan saat ini Perhutani mempunyai areal produksi madu yang lebih luas. Berdasarkan data API (Asosiasi Perlebahan Indonesia), kebutuhan madu orang Indonesia mencapai 15.000 ton-150.000 ton per tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50% dari kebutuhan dipasok dari China. Dengan semakin berkembangnya kebun energi kaliandra khususnya untuk produksi wood pellet, yang diusahakan oleh pemerintah dan swasta maka diharapkan juga akan meningkatkan produksi madu Indonesia. 

Masalah utama dari peternakan lebah adalah ketersediaan pakan untuk lebah atau nektar bunga. Kaliandra yang merupakan tanaman bertipe tumbuh cepat (fast growing) dan dibudidayakan secara massif akan mendongkrak produksi madu secara significant, bahkan ditargetkan bisa meningkat tiga kali lipat (300%) dalam 5 tahun ke depan. Apalagi dengan sembilan dari sebelas spesies lebah madu dunia hidup di Indonesia, negeri ini seharusnya bisa mencukupi kebutuhan sendiri. Hal ini sehingga import madu bisa dikurangi bahkan Indonesia akan mampu export madu.Selain madu, dari peternakan lebah madu juga akan dihasilkan beberapa produk turunan yakni royal jelly, bee pollen, bee wax dan bee venom.  

Senin, 27 Januari 2020

Kebun Kelapa, Kelapa Sawit dan Kebun Energi

Walaupun sama-sama kebun buatan dan berorientasi ekonomi, pada dasarnya setiap kebun memiliki karakteristik tersendiri. Kondisi alam, curah hujan, kesuburan tanah, infrastruktur, kebutuhan pasar, dan topografi adalah sejumlah pertimbangan untuk pembuatan jenis kebun tersebut. Pohon kelapa dan pohon energi membutuhkan perawatan lebih mudah dibandingkan kebun sawit. Pohon dan kebun kelapa juga sangat familiar dan populer di kalangan masyarakat Indonesia. Bahkan pada abad lalu kelapa mengalami era keemasannya. Kopra dan minyak kelapa waktu itu menjadi menjadi komoditas andalan dari kelapa dengan nilai ekonomi sangat besar. Hancurnya industri kopra dan minyak kelapa waktu itu akibat kampanye negatif dari ASA (American Soybean Association), sehingga citra minyak kelapa hancur dan digantikan minyak kedelai. Tetapi ada titik terang dan sejumlah indikasi bahwa industri kelapa ini akan mulai bangkit, untuk lebih detail baca serial artikel menghidupkan industri kelapa terpadu yang dimulai dari sini.

Kebun Kelapa di Kulon Progo Yogyakarta
Melewati perkebunan sawit di perbatasan Kalsel dan Kaltim

Kebun energi gliricidia di Jawa Tengah
 Sedangkan kebun energi mungkin bagi sebagian masyarakat Indonesia merupakan hal yang asing dan baru, walaupun tanaman yang digunakan untuk kebun energi pada umumnya telah dikenal luas, yakni kaliandra dan gliricidae/gamal. Kebun energi dibuat terutama untuk merespon kebutuhan energi terbarukan dari biomasa khususnya wood pellet. PLTU batubara terutama sebagai penghasil gas rumah kaca yakni CO2 (karbon dioksida) dalam volume massif, sehingga secara bertahap harus dikurangi, salah satunya dengan bahan bakar dari biomasa atau wood pellet yang merupakan bahan bakar karbon netral. Potensi pengembangan kebun energi sangat besar karena kebutuhan bahan bakar biomasa atau wood pellet yang sangat besar (baca Jepang dengan FIT (feed in tarrif), Korea dengan RPS (Renewable Portofolio Standard) dan Uni Eropa dengan RED (Renewable Energy Directive) II), luas tanah jutaan hektar yang tersedia dan kondisi iklim tropis sebagai daerah ideal untuk menghasilkan energi dari biomasa. Indonesia seharusnya bisa menjadi the biomass country.

Untuk kebun kelapa sawit, Indonesia juga sangat terkenal, hal ini karena Indonesia adalah pemilik perkebunan sawit terbesar di dunia, dengan luas saat ini diperkirakan lebih dari 13 juta hektar atau sekitar 4 kali luas perkebunan kelapa. Pabrik sawit juga jumlahnya sangat banyak dan diperkirakan ada sekitar 1000 unit pabrik sawit. Pohon kelapa sawit ini berasal dari Afrika Barat yang pada awalnya dibawa penjajah Belanda dan ditanam di kebun raya Bogor, lalu diperbanyak dan dikembangkan hingga saat ini.Produksi CPO Indonesia pada 2017 diperkirakan mencapai 38,17 juta ton, PKO 3,81 juta ton atau total mencapai 41,98 juta ton. Akhir-akhir ini minyak sawit juga mendapat berbagai kampanye dari Uni Eropa terkait masalah lingkungan. Bila ini dibiarkan terus menerus dan berkepanjangan, maka tidak menutup kemungkinan nasibnya akan sama dengan minyak kelapa.
Pohon sawit membutuhkan perawatan lebih banyak dibandingkan kelapa maupun tanaman kebun energi. Kebutuhan air dan pupuk juga besar dan vital bagi pohon sawit. Faktor inilah yang perlu diperhatikan terutama yang ingin mengembangkan perkebunan sawit. Pohon kelapa tidak membutuhkan banyak air dan pupuk, sehingga sangat memungkinkan untuk diberi tanaman sela. Sebagai contoh di Sri Lanka, gliricidae atau gamal sebagai tanaman sela kebun kelapa. Bahkan penggembalaan ternak seperti domba, kambing dan sapi dimungkinan di sela-sela pohon kelapa tersebut. Sedangkan kebun energi maka batangnya akan digunakan sebagai bahan baku produksi wood pellet, daunnya untuk pakan ternak seperti domba, kambing dan sapi serta bunganya untuk peternakan lebah madu.

"Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah  ruah,  hingga  seorang  laki-laki  pergi  ke  mana-mana  sambil membawa  harta  zakatnya  tetapi  dia  tidak  mendapatkan  seorangpun  yang bersedia  menerima  zakatnya  itu.  Dan  sehingga  tanah Arab  menjadi  subur makmur  kembali  dengan  padang-padang  rumput  dan  sungai-sungai "  (HR.Muslim).

Bumi sekali lagi akan menjadi makmur sebelum kiamat. Secara umum kebun-kebun dan hutan-hutan seperti itu juga menjadi penyebab munculnya mata-mata air (QS 36 : 34) yang pada waktunya akan mengalir ke sungai-sungai  (QS 19 : 24-25) dan juga menjadi kesenanganmu dan binatang ternakmu (QS 79 : 31). Solusi kebun energi dan peternakan domba/Kambing juga ibarat sekali dayung, 2-3 pulau terlampaui, yakni energi dan pangan. Indonesia saat ini baru menggenjot salah satu unsur pangan, yakni karbohidrat terutama beras karena juga sebagai makanan pokok dan disektor itupun saat ini belum swasembada dengan import beras mencapai jutaan ton. Padahal selain karbohidrat komposisi makananan kita meliputi protein, lemak, vitamin dan mineral. Logikanya ketika di sektor yang pokok saja masih kedodoran, apalagi unsur-unsur penunjang yang lain. Peternakan domba/kambing sebagai penyedia unsur penunjang tetapi sangat penting peranannya yakni protein.

Minggu, 29 Desember 2019

Kebun Energi : Mananam Kaliandra atau Gliricidae ?

Setiap tanaman memiliki lokasi optimum untuk pertumbuhannya. Walaupun bisa tumbuh kalau bukan pada lokasi optimumnya maka hasilnya juga tidak sebaik lokasi optimumnya. Tanaman yang ditanam pada lokasi optimalnya maka besar harapan untuk mencapai hasil optimalnya, baik kayu, buah, bunga dan sebagainya. Apabila menanam teh, apel, atau edelweiss di dataran rendah atau bahkan di pesisir laut maka hampir mustahil untuk mendapat hasil optimumnya, bahkan mungkin malah layu dan mati. Pemilihan lokasi terbaik yang sesuai dengan karakteristik tanaman adalah hal penting untuk mendapatkan hasil optimum dari budidaya tersebut.
Gliricidae di pinggir pantai Depok, Bantul, Yogyakarta

Kaliandra di lereng gunung Merapi, Magelang, Jawa Tengah
Demikian juga dengan kebun energi. Selain pemilihan spesies tanaman yang ditanam, lokasi kebun seharusnya juga diperhatikan terkait akan jenis tanaman yang akan ditanam tersebut. Kebun energi pada umumnya menggunakan tanaman rotasi cepat dari jenis leguminoceae (polong-polongan) karena memiliki banyak keunggulan antara lain, usia panen cepat (rata-rata hanya 2 tahun), perawatan sangat mudah, tidak perlu replanting hingga belasan tahun, akarnya bisa menyerap nitrogen dari atmosfer sehingga menyuburkan tanah, akarnya juga kuat sehingga mampu menahan erosi, tanaman juga sangat efisien dalam penggunaan air sehingga bisa ditanam di daerah tandus sekalipun, daunnya untuk pakan ternak bernutrisi tinggi, dan bunganya untuk peternakan lebah madu. Singkatnya untuk optimalisasi pemanfaatan lahan tersebut maka kebun energi diintegrasikan dengan usaha peternakan.

Gliricidae & kaliandra adalah 2 species yang biasa digunakan sebagai tanaman kebun energi. Gliricidae lebih sesuai untuk dataran rendah hingga pesisir pantai, sementara kaliandra untuk dataran tinggi. Praktek penanaman kaliandra juga banyak dilakukan di daerah tinggi, sedangkan gliricidae di dataran rendah. Suhu, kelembaban, kesuburan tanah, curah hujan juga berpengaruh untuk menghasilkan produk kebun energi yang optimal. Sri Lanka adalah contoh negara yang banyak menanam gliricidae khususnya sebagai tanaman sela kebun kelapa. Indonesia sebagai negeri rayuan pulau kelapa seharusnya bisa juga melakukan hal yang sama. Dengan kondisi tersebut maka produksi wood pellet juga bisa dilakuan demikian juga menghidupkan industri kelapa terpadu (lebih detail bisa dibaca di sini, sini dan sini) dan peternakan,untuk optimalisasi lahan terbaik. 


Bioeconomy didefinisikan sebagai produksi berbasis pengetahuan dan menggunakan sumberdaya biologi atau makhluk hidup untuk menghasilkan produk-produk, proses-proses, dan jasa-jasa pada sektor ekonomi dalam kerangka sistem ekonomi berkelanjutan.Dengan pola diatas maka kebun-kebun energi bisa dibuat dibanyak tempat lokasi sentra kelapa di Indonesia seperti Riau, Jambi, Bengkulu, Gorontalo dan Sumatera Selatan untuk mengoptimalkan potensi bioeconomy tersebut. Selain itu jutaan hektar lahan tidur, marginal, tandus dan lahan kritis bisa dihidupkan dan diselamatkan hingga membawa keuntungan. Bahkan pohon-pohon kayu keras pada HTI (hutan tanaman industri) yang memakan waktu lama dan juga kadang-kadang membutuhkan biaya sosial yang tinggi untuk perawatannya bisa juga dikonversi dengan tanaman rotasi cepat dengan kebun energi.  Lahan yang tidak diolah akan semakin rusak seperti erosi , tanah longsor hingga terjadi penggurunan (desertifikasi) sehingga misi penyelamatan lingkungan juga sudah otomatis menjadi bagian dari aktivitas kebun energi di atas.  

Rabu, 18 Desember 2019

Menghidupkan Industri Kelapa Terpadu di Indonesia Bagian 2 : Produksi Gula Kelapa Dengan Energi Biomasa dari Kebun Energi


Kebutuhan energi selalu menjadi halangan bagi pengembangan suatu industri, tidak terkecuali industri kelapa terpadu. Pada bagian sebelumnya industri kelapa terpadu bisa dijalankan dengan memanfaatkan limbah sabut sebagai bahan bakar (baca disini), dengan produk utama dari buah kelapa itu sendiri. Alternatif lain dari industri kelapa terpadu adalah produksi gula kelapa, karena kebutuhan pemanis masih sangat besar. Sedangkan apabila buah kelapa untuk produksi minyak seperti minyak goreng saat ini masih kalah bersaing dengan minyak sawit yang berasal dari CPO, walupun minyak kelapa memiliki keunggulan tersendiri. Produksi gula kelapa menggunakan bahan baku nira kelapa, dan ketika nira kelapa diambil maka buah kelapa menjadi tidak dihasilkan dari pohon kelapa tersebut atau pohon kelapa menjadi tidak berbuah. Ketika produksi gula kelapa lebih menguntungkan maka produksi gula kelapa menjadi produk utama industri kelapa terpadu tersebut. 


Tahun 2016 Indonesia menjadi importer gula terbesar di dunia dengan nilai mencapai $2,1 milyar atau sekitar Rp 28,4 trilyun. Nilai import Indonesia ternyata lebih besar dari tiga negara pengimpor lainnya yang justru penduduknya lebih besar dibandingkan dengan Indonesia, yakni Amerika ($1,9 milyar), Cina ($1,2 milyar) dan India ($922 juta). Padahal di era penjajahan Indonesia pernah menjadi produsen dan exporter terbesar gula. Kebutuhan gula yang sangat besar tersebut seharusnya bisa disubtitusikan dengan gula kelapa yang dalam beberapa hal lebih baik dibandingkan gula tebu. Dalam industri makanan gula kelapa atau gula merah mempunyai kelebihan dibanding sumber pemanis lain seperti gula pasir dari tebu. Hal tersebut karena gula merah atau gula kelapa tersebut mengandung unsure-unsur lain seperti aroma dan sifat fisik yang khas yang pengaruhnya terhadap terhadap suatu produksi makanan tidak dapat digantikan oleh sumber pemanis lain. 

Penggunaan gula kelapa mulai dari bumbu dapur sampai berbagai jenis makanan dari rumah tangga, industri kecil hingga industri besar. Produksi gula kelapa Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 500.000 ton/tahun dan diperkirakan meningkat seiring potensi gula kelapa menggantikan kekurangan gula tebu yang sangat tinggi, seperti tersebut diatas. Bahkan sejumlah industri besar di Indonesia seperti Unilever, ABC, dan Indofood menaruh minat besar untuk pengembangan gula kelapa. Perusahaan-perusahaan tersebut yang juga merupakan produsen kecap besar ternyata membutuhkan gula kelapa untukproduksi kecap mereka yang diperkirakan mencapai 70 ribu ton/tahun.


Untuk kebutuhan energi produksi gula kelapa tersebut maka bisa dilakukan dengan menanam gliricidae diantara perkebunan kelapa atau sebagai tanaman sela. Gliricidae atau gamal adalah tanaman rotasi cepat yang bisa tumbuh dimana saja dan paling optimal di dataran rendah. Gliricidae atau gamal tersebut juga merupakan trubusan sehingga tidak perlu menanam lagi setelah dipanen kayunya. Dan karena gliricidae termasuk tanaman leguminocea (polong-polongan) maka akarnya bisa mengikat nitrogen dari atmosfer yang menyuburkan tanah dan daunnya yang juga kaya protein sehingga sangat bagus untuk peternakan seperti domba, kambing dan sapi. Praktek perkebunan kelapa dengan tanaman sela berupa gliricidae telah dilakukan di Sri Lanka dan industri kelapa berkembang baik di sana.  
Dengan pola perkebunan seperti di atas maka selain produksi gula kelapa bisa beroperasi karena sumber energi tersedia, juga sangat potensial dengan integrasi peternakan ruminansia di atas dan juga lebah madu. Ketika peternakan tersebut diintegrasikan maka terjadi potensi lahan bisa dioptimalkan dan kotoran dari peternakan bisa sebagai pupuk organik bagi perkebunan kelapa tersebut. Selain itu diantara pepohonan kelapa dan gliricidae tersebut, dengan adanya rerumputan diantaranya juga bisa digunakan untuk padang penggembalaan seperti domba, sapi atau keduanya. Rumput dari padang gembalaan bisa sebagai pakan pokok domba atau sapi tersebut dan daun gliricidae sebagai pakan tambahannya. Dengan paduan sejumlah usaha berbasis gula kelapa tersebut maka produksi gula kelapa tersebut bisa dilakukan dimana saja dan member keuntungan yang maksimal. InsyaAllah

AI untuk Pabrik Sawit atau Pengembangan Produk Baru dengan Desain Proses Baru ?

Aplikasi AI telah merambah ke berbagai sektor termasuk juga pada pabrik kelapa sawit atau pabrik CPO. Aplikasi AI untuk pabrik kelapa sawit ...