Rabu, 15 Januari 2020

Membangun Pabrik Wood Pellet Berorientasi Export Dari Kebun Energi

Walaupun secara geografis, Indonesia merupakan negara terluas di kawasan Asia Tenggara dan beriklim tropis tetapi export wood pellet dari Indonesia masih sangat kecil dan kalah jauh dari Vietnam. Tujuan export wood pellet Vietnam ke Korea dan Jepang. Import wood pellet Jepang pada tahun 2018 diperkirakan lebih dari 1 juta ton, atau jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari tahun 2017, dengan prosentase 63% berasal dari Kanada dan 31% dari Vietnam. Itu berari dengan luas wilayah yang kecil tetapi mampu mengeksport wood pelletnya ke Jepang miimal 310 ribu ton/tahun, sedangkan Indonesia diperkirakan kurang dari 100 ribu ton/tahun.

Indonesia juga sangat potensial untuk mengembangkan kebun energi untuk produksi wood pellet tersebut. Bahkan kebun energi tersebut bisa diintegrasikan peternakan besar seperti domba, sapi dan kambing serta peternakan lebah madu, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Sehingga selain sektor energi, sektor pangan serta konservasi lingkungan berupa air dan tanah juga bisa terpelihara. Mengapa saat ini belum atau tidak ada produsen wood pellet dari kebun energi berorientasi export di Indonesia? Padahal potensi bahan baku dan pasar sangat besar. Estimasi keuntungan juga menarik apalagi dengan optimalisasi pemanfaatan lahan dan panen kebun energi tersebut.
Ada beberapa analisis, untuk menjawab hal tersebut, antara lain sebagai berikut, pertama adalah akses pasar. Pasar atau pembeli adalah hal penting untuk investasi pabrik wood pellet seharga ratusan milyar, maka jaminan pasar tersebut sangat penting. Produksi melimpah tetapi tidak ada yang menyerapnya atau pembelinya maka hal tersebut akan membuat pabriknya berhenti produksi dan bangkrut. Karakteristik produk wood pellet juga akan menentukan user atau pengguna wood pellet tersebut. Walaupun sama-sama untuk konsumsi pembangkit listrik tetapi teknologi pembangkit listrik tersebut juga berbeda-beda, sehingga membutuhkan spesifikasi teknis wood pellet yang berbeda-beda juga.

Kedua, faktor biaya. Faktor biaya bisa jadi merupakan halangan utama, hal ini karena pabrik wood pellet dari kebun energi adalah bukan sesuatu yang murah, tetapi memang umumnya lebih murah dibandingkan pabrik sawit dan perkebunannya, untuk lebih detail bisa dibaca disini. Tetapi dengan prospek yang bagus pada sektor energi terbarukan dari biomasa ini semestinya banyak investor yang berminat untuk investasi pada bisnis ini. Investasi yang saling menguntungkan non-riba adalah pilihan terbaik untuk mengeksekusinya. Diperkirakan untuk pabrik wood pellet dengan kapasitas 10.000 ton/bulan (20 ton/jam) lebih dari 100 milyar rupiah.

Selanjutnya, faktor ketiga yakni infrastruktur. Sejumlah daerah memang belum memiliki infrastruktur yang memadai walaupun tersedia tanah sangat luas. Penyediaan infrastruktur seperti jalan, jembatan dan sebagainya bukanlah sesuatu yang mudah dan murah, sehingga bisa menjadi kendala yang berarti. Hal inilah mengapa pemilihan lokasi adalah hal penting. Ketersediaan listrik adalah hal lain yang perlu diperhatikan dan menjadi pertimbangan penting. Listrik sangat vital untuk produksi atau pabrik wood pellet. Apabila ternyata tidak ada pasokan listrik, maka pabrik wood pellet tersebut harus membuat pembangkit listrik. Dengan kisaran kebutuhan listrik 250 KW untuk setiap ton/jam produksi wood pellet, maka untuk produksi wood pellet dengan volume standar export yakni minimal 10.000 ton/bulan atau 10.000 ton/shipment atau 20 ton/jam membutuhkan 5 MW.


Pembangkit listrik tersebut cukup besar, karena untuk ukuran pabrik sawit besar saja kebutuhan listrik hanya sekitar 2,5 MW dan investasi pembangkit listrik untuk setiap MW adalah 1 juta US dollar, sehingga untuk 5 MW membutuhkan 5 juta US dollar atau sekitar 70 milyar rupiah. Infrastruktur seperti pelabuhan yang memadai juga sangat penting. Pabrik-pabrik wood pellet pada umumnya memiliki unit penyimpanan wood pellet dekat dengan pelabuhan sehingga mudah untuk pengapalannya. Fasilitas penyimpanan wood pellet dengan kapasitas 10.000 ton juga butuh bangunan cukup besar, yang diperkirakan lebih dari 50 milyar rupiah.
Pelabuhan wood pellet dengan fasilitas penyimpanan di Prince Rupert, BC, Kanada
Saat ini pada umumnya produksi wood pellet hanya mengandalkan limbah-limbah penggergajian kayu (sawmill) dan limbah industri kayu. Pasokan bahan baku dengan cara fluktuatif baik kualitas maupun kuantitas. Pada musim penghujan pada umumnya pabrik-pabrik pengolahan kayu membutuhkan lebih banyak limbahnya untuk bahan bakar pengeringan kayu yang diolahnya, sehingga limbah kayu yang bisa diambil berkurang atau hanya sedikit, bahkan tidak tersisa. Hal ini berbeda dengan produksi wood pellet dari kebun energi karena jaminan pasokan bahan baku lebih terjaga. Tetapi teknologi budidaya dan pemanenan juga harus bisa dikuasai dengan baik untuk bisa lebih menjamin pasokan bahan baku tersebut ke pabrik. Bagi pabrik, keterjaminan pasokan bahan baku adalah hal vital. Pabrik akan langsung tutup jika tidak bahan baku untuk diolah. Pabrik wood pellet pada umumnya memiliki gudang bahan baku yang besar, yang juga berfungsi sebagai penyangga (buffer) terhadap produksi mereka.

Selanjutnya adalah penguasaan teknologi produksi wood pellet itu sendiri. Untuk menjaga kualitas dan kuantitas wood pellet yang sesuai harapan, maka penguasaan teknologi produksi mutlak dibutuhkan, selain itu juga handling produk tersebut hingga ke pengapalan. Titik-titik kritis proses produksi seperti ukuran partikel, tingkat kekeringan, pemelettan dan pendinginan harus menjadi perhatian tersendiri. Produk wood pellet yang bisa diterima pasar internasional hampir semua harus memenuhi 2 persyaratan standar, yakni standar kualitas dan standar lingkungan (sustainibility). Standar kualitas sangat berkaitan dengan aspek teknis wood pellet itu sendiri atau aspek produksinya. Sedangkan aspek lingkungan sangat terkait dengan asal bahan baku, dan berbagai aspek lingkungan yang membuat bahan baku wood pellet bisa berkelanjutan (sustainable), dan untuk lebih detail bisa dibaca disini.
Momentum kebun energi diprediksi tidak akan lama lagi, bahkan Sri Lanka dalam waktu yang tidak lama lagi akan produksi wood pellet dari kebun energi gliricidae sebesar 150 ribu ton/tahun atau lebih dari 10 ribu ton/bulannya, untuk lebih detail silahkan baca disini. Gliricidae atau gamal sama halnya dengan kaliandra merupakan kelompok tanaman polong-polongan (leguminoceae) dan gliricidae lebih populer serta telah ditanam masyarakat sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu yang biasanya untuk tanaman pagar dan daunnya untuk pakan ternak. Sedangkan kaliandra merah yang juga walaupun telah ditanam masyarakat mungkin juga sejak ratusan tahun lalu, tetapi umumnya adalah untuk daerah-derah tinggi saja. Untuk lebih detail perbandingan tentang tanaman kaliandra dan gliricidae, bisa dibaca disini.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Memaksimalkan Kecepatan Penyerapan CO2 dari Atmosfer Berbasis Biomasa

Memaksimalkan kecepatan penyerapan CO2 dari atmosfer adalah hal sangat penting mengingat kecepatan penambahan konsentrasi CO2 ke atmosfer ya...