Gliricidae di pinggir pantai Depok, Bantul, Yogyakarta
|
Demikian juga dengan kebun energi. Selain
pemilihan spesies tanaman yang ditanam, lokasi kebun seharusnya juga
diperhatikan terkait akan jenis tanaman yang akan ditanam tersebut. Kebun energi pada umumnya menggunakan tanaman rotasi cepat dari jenis leguminoceae
(polong-polongan) karena memiliki banyak keunggulan antara lain, usia panen
cepat (rata-rata hanya 2 tahun), perawatan sangat mudah, tidak perlu replanting
hingga belasan tahun, akarnya bisa menyerap nitrogen dari atmosfer sehingga
menyuburkan tanah, akarnya juga kuat sehingga mampu menahan erosi, tanaman juga
sangat efisien dalam penggunaan air sehingga bisa ditanam di daerah tandus
sekalipun, daunnya untuk pakan ternak bernutrisi tinggi, dan bunganya untuk
peternakan lebah madu. Singkatnya untuk optimalisasi pemanfaatan lahan tersebut maka kebun energi diintegrasikan dengan usaha peternakan.
Gliricidae & kaliandra adalah 2
species yang biasa digunakan sebagai tanaman kebun energi. Gliricidae lebih
sesuai untuk dataran rendah hingga pesisir pantai, sementara kaliandra untuk
dataran tinggi. Praktek penanaman kaliandra juga banyak dilakukan di daerah
tinggi, sedangkan gliricidae di dataran rendah. Suhu, kelembaban, kesuburan
tanah, curah hujan juga berpengaruh untuk menghasilkan produk kebun energi yang
optimal. Sri Lanka adalah contoh negara yang banyak menanam gliricidae
khususnya sebagai tanaman sela kebun kelapa. Indonesia sebagai negeri rayuan
pulau kelapa seharusnya bisa juga melakukan hal yang sama. Dengan kondisi
tersebut maka produksi wood pellet juga bisa dilakuan demikian juga
menghidupkan industri kelapa terpadu (lebih detail bisa dibaca di sini, sini dan sini) dan peternakan,untuk optimalisasi lahan
terbaik.
Bioeconomy didefinisikan sebagai produksi berbasis pengetahuan dan menggunakan sumberdaya biologi atau makhluk hidup untuk menghasilkan produk-produk, proses-proses, dan jasa-jasa pada sektor ekonomi dalam kerangka sistem ekonomi berkelanjutan.Dengan pola diatas maka kebun-kebun energi bisa dibuat dibanyak tempat lokasi sentra kelapa di Indonesia seperti Riau, Jambi, Bengkulu, Gorontalo dan Sumatera Selatan untuk mengoptimalkan potensi bioeconomy tersebut. Selain itu jutaan hektar lahan tidur, marginal, tandus dan lahan kritis bisa dihidupkan dan diselamatkan hingga membawa keuntungan. Bahkan pohon-pohon kayu keras pada HTI (hutan tanaman industri) yang memakan waktu lama dan juga kadang-kadang membutuhkan biaya sosial yang tinggi untuk perawatannya bisa juga dikonversi dengan tanaman rotasi cepat dengan kebun energi. Lahan yang tidak diolah akan semakin rusak seperti erosi , tanah longsor hingga terjadi penggurunan (desertifikasi) sehingga misi penyelamatan lingkungan juga sudah otomatis menjadi bagian dari aktivitas kebun energi di atas.